Saturday 28 November 2015

SEJARAH MEDIA PENYIARAN (Bagian 3)



Teori Komunikasi Sirkular 


Umpan balik dalam komunikasi massa mulai muncul dalam teori komunikasi yang dikemukakan Melvin DeFleur (1970) yang memasukkan perangkat umpan balik yang memberikan kemungkinan kepada komunikator untuk dapat lebih efektif mengadaptasikan komunikasinya. Dengan demikian, kemungkinan untuk mencapai korespondensi/kesamaan makna akan meningkat. Untuk menjelaskan teorinya, DeFleur mengungkapkannya dalam bagan berikut. 

Friday 27 November 2015

SEJARAH MEDIA PENYIARAN (Bagian 2)



MEDIA PENYIARAN DAN TEORI KOMUNIKASI
Perkembangan media komunikasi modern dewasa ini telah memungkinkan orang di seluruh dunia untuk saling berkomunikasi. Hal ini dimungkinkan karena adanya berbagai media (channel) yang dapat digunakan sebagai sarana penyampaian pesan. Media penyaran yaitu radio dan televisi merupakan salah satu bentuk media massa yang efisien dalam mencapai audiennya dalam jumlah yang sangat banyak. Karenanya media penyiaran memegang peranan yang sangat penting dalam ilmu komunikasi pada umumnya dan khususnya ilmu komunikasi massa.
Kemampuan media penyiaran untuk menyampaikan pesan kepada khalayak luas menjadikan media penyiaran sebagai objek penelitian penting dalam ilmu komunikasi massa, disamping ilmu komunikasi lainnya yaitu ilmu komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok dan komunikasi organisasi.

Thursday 26 November 2015

SEJARAH MEDIA PENYIARAN (Bagian 1)



Sejarah media penyiaran dunia dapat dibagi rnenjadi dua bagian yaitu sejarah media penyiaran sebagai penemuan teknologi dan sejarah media penyiaran sebagai suatu industri. Sejarah media penyiaran sebagai penemuan teknoIogi berawal dari ditemukannya radio oleh para ahli teknik di Eropa dan Amerika. Sejarah media penyiaran sebagai suatu industri dimulai di Amerika. Dengan demikian, mempelajari sejarah media penyiaran dunia, baik sebagai penemuan teknologi maupun industri nyaris hampir sama dengan menpelajari sejarah penyiaran di Amerika Serikat. Pada bagian ini akan dibahas sejarah penyiaran dunia dan juga sejarah penyiaran di Indonesia.

Televisi
Prinsip televisi ditemukan oleh Paul Nipkow dari Jerman pada tahun 1884 namun baru tahun 1928 Vladimir Zworkyn (Amerika Serikat) menemukan tabung kamera atau iconoscope yang bisa menangkap dan mengirim gambar ke kotak bernama televisi. Iconoscope bekerja mengubah gambar dari bentuk gambar optis ke dalam sinyal elektronis untuk selanjutnya diperkuat dan ditumpangkan ke dalam gelombang radio. Zworkyn dengan bantuan Philo Farnsworth berhasil menciptakan pesawat televisi pertama yang dipertunjukkan kepada umum pada pertemuan World’s Fair pada tahun 1939.
Kemunculan televisi pada awalnya ditanggapi biasa saja oleh masyarakat. Harga pesawat televisi ketika itu masih mahal, selain itu belum tersedia banyak program untuk disaksikan. Pengisi acara televisi pada masa itu bahkan meragukan masa depan televisi, mereka tidak yakin televisi dapat berkembang dengan pesat. Pembawa acara televisi ketika itu, harus mengenakan makeup biru tebal agar dapat terlihat normal ketika muncul di layar televisi. Mereka juga harus menelan tablet garam untuk mengurangi keringat yang membanjir di badan karena intensitas cahaya lampu studio yang sangat tinggi, menyebabkan para pengisi acara sangat kepanasan.

Tuesday 17 November 2015

STANDAR KOMPETENSI GURU PROFESIONAL (Bagian 4 - Selesai)



Teori Kuadran Guru Glickman
Untuk melengkapi penjelasan keempat kompetensi tersebut (pedagogis, kepribadian, profesional dan sosial) yang harus dikuasai dan dimiliki oleh guru, maka perlu ditambahkan teori kuadran guru dari Glickman.
Menurut C.D. Glickman, bahwa seorang guru akan bekerja secara profesional bilamana orang tersebut memiliki kemampuan (ability) yang tinggi pada level abstrak (high level of abstract) dan motivasi (motivation) kesungguhan hati yang tinggi pula untuk bekerja dengan sebaik-baiknya pada level komitmen (high level of commitment).
Tingkat komitmen guru terbentang dalam satu garis kontinum, bergerak dari yang paling rendah menuju yang paling tinggi. Guru yang memiliki komitmen yang rendah biasanya kurang memberikan perhatian kepada murid, demikian pula waktu dan tenaga yang dikeluarkan untuk meningkatkan mutu pembelajaran pun sangat rendah. Sebaliknya seorang guru yang memiliki komitmen yang sangat tinggi biasanya tinggi sekali perhatiannya kepada murid, demikian pula waktu yang disediakan untuk peningkatan mutu pendidikan sangat banyak.
Sedangkan tingkat abstraksi yang dimaksudkan di sini adalah tingkat kemampuan berpikir guru secara abstrak dalam mengelola pembelajaran, mengklasifikasikan masalah-masalah pembelajaran (pengelolaan, disiplin, pengorganisasian dan minat murid), dan menentukan alternatif pemecahannya. Guru yang memiliki tingkat abstraksi yang tinggi adalah guru yang mampu mengelola tugas, menemukan berbagai permasalahan dalam tugas, dan mampu secara mandiri memecahkannya, kemudian merencanakan tindakan-tindakannya. Tingkat berpikir abstraksi guru ini juga terbentang dalam satu garis kontinum, mulai dari rendah, menengah sampai tinggi.
Guru-guru yang memiliki kemampuan berpikir abstrak rendah tidak merasa bahwa mereka memiliki masalah-masalah pengajaran atau apabila mereka merasakannya mereka sangat bingung tentang masalahnya. Mereka tidak tahu apa yang bisa dikerjakan dan mereka butuh petunjuk mengenai apa yang bisa dikerjakan. Guru-guru yang memiliki kemampuan berpikir abstrak menengah biasanya bisa mendefinisikan masalah berdasarkan bagaimana mereka melihatnya. Mereka bisa memikirkan satu atau dua kemungkinan tindakan, tetapi mereka mengalami kesulitan dalam memikirkan rencana yang komprehensif. Sedangkan guru-guru yang memiliki kemampuan abstrak tingkat tinggi bisa memandang masalah-masalah pengajaran dari banyak perspektif (diri sendiri, murid, orang tua, administrator, dan alat pelajaran), dan mengumpulkan banyak rencana alternatif. Selanjutnya, mereka bisa memilih satu rencana dan memikirkan langkah-langkah pelaksanaan.
Dengan menggunakan dua variabel perkembangan di atas, yaitu tingkat komitmen dan abstraksi guru, maka kita dapat mengukur dan mengklasifikasikan guru dengan level penyilangan, seperti tampak pada gambar di bawah ini.





















                                                         Level Abstraksi 
                                                    Paradigma Kategori Guru


Sebaliknya, seseorang tidak akan berkerja dengan secara profesional bilamana hanya memenuhi memenuhi salah satu di antara dua persyaratan di atas. Jadi, betapa pun tingginya kemampuan seseorang ia tidak akan bekerja secara profesional apabila tidak memiliki motivasi bekerja yang tinggi. Sebaliknya, betapapun tingginya motivasi kerja seseorang, ia tidak akan sempurna dalam menyelesaikan tugas-tugasnya bilamana tidak didukung oleh kemampuan.

STANDAR KOMPETENSI GURU PROFESIONAL (Bagian 3)



Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/ wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Baik secara lisan, tulisan dan isyarat.
Berkomunikasi dan berinteraksi dengan peserta didik, misalnya melaksanakan bimbingan dan penyuluhan (membimbing siswa yang mengalami kesulitan belajar, membimbing siswa yang berkelainan dan berbakat khusus).
Sedikitnya, terdapat tujuh kompetensi sosial yang harus dimiliki guru agar berkomunikasi dan berinteraksi bergaul secara efektif, baik di sekolah maupun di masyarakat, antara lain: (1) memiliki pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama, (2) memiliki pengetahuan tentang budaya dan tradisi, (3) memiliki pengetahuan tentang inti demokrasi, (4) memiliki pengetahuan tentang estetika, (5) memiliki apresiasi dan kesadaran sosial, (6) memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan, (7) setia terhadap harkat dan martabat manusia, (8) berkomunikasi dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan untuk meningkatkan kemampuan keprofesionalan.
Kompetensi sosial ini harus dikuasai oleh guru cukup beralasan, karena guru adalah makhluk sosial yang dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dan lingkungannya tidak dapat dilepaskan, yang tidak terbatas pada pembelajaran di sekolah saja. Di samping itu, karena guru menjadi tokoh dan panutan masyarakatnya. Guru merupakan kunci penting dalam kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat.
Adapun peran guru di masyarakat dalamm kaitannya dengan kompetensi sosial, antara lain: (1) mendidik, membina  dan membimbimbaning masyarakat, (2) tanggung jawab sosial guru-guru sebagai petugas sosial kemasyarakatan yang mewakilikinya secara representatif, sehingga jabatan guru sekaligus merupakan jabatan kemasyarakatan, (3) guru sebagai agen perubahan sosial, (4) penunaian misi pendidikan.
Sehingga guru harus harus mengetahui serta memahami nilai-nilai, norma moral dan sosial serta berusaha berperilaku dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut. Guru juga harus bertanggungjawab terhadap segala tindakannya dalam pembelajaran di sekolah, dan dalam kehidupan di bermasyarakat. Berkenaan dengan wibawa, guru harus memiliki kelebihan dalam merealisasikan nilai spiritual. Emosional, moral, sosial dan intelektual dalam pribadinya, serta memiliki pemahaman kelebihan dalam pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi dan seni sesuai dengan mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.
Juga harus mampu mengambil keputusan secara mandiri, terutama yang berkaitan dengan pembelajaran dan pembentukan kompetensi serta bertindak sesuai dengan kondisi peserta didik. (Bersambung ke bagian 4 - akhir)