Saturday 24 October 2015

Sejarah singkat Imam Syafi’i (Bagian 2)

Kembali ke Mekkah Al Mukarramah

Setelah usia Imam Syafi’i rahimahullah 2 tahun, ia dibawa ibunya kembali ke Mekkah al Mukarramah, yaitu kampung halaman beliau, dan tinggal di Mekkah sampai usia 20 tahun, yakni sampai tahun 170 H. Dalam angka 20 ini terdapat perbedaan-perbedaan dalam catatan sejarah, ada yang mengatakan sampai usia 13 tahun, ada yang mengatakan sampai usia 14 tahun, ada yang mengatakan sampai usia 20 tahun dan ada yang mengatakan sampai usia 22 tahun. Tetapi penulis buku ini sesudah memperhatikan dari bermacam-macam segi, agak condong berpendapat bahwa Imam Syafi’i rahimahullah tinggal di Mekkah sampai usia 20 tahun dan sesudah itu pindah ke Madinah al Munawwarah. Perbedaan angka ini tidak prinsipil, yang terang beliau tinggal di Mekkah di waktu kecil dan setelah muda remaia pindah ke Madinah.

Thursday 22 October 2015

Sejarah singkat Imam Syafi’i (Bagian 1)

Tahun dan Tempat Lahir

Nama asli dari Imam Syafi’i adalah Muhammad bin Idris. Gelar beliau Abu Abdillah. Orang Arab kalau menuliskan nama biasanya mendahulukan gelar dari nama sehingga berbunyi: Abu Abdillah Muhammad bin Idris. Beliau lahir di Gazza, bagian selatan dari Palestina, pada tahun 150 H. pertengahan abad kedua Hijriyah.
Ada ahli sejarah mengatakan bahwa beliau lahir di Asqalan, tetapi kedua perkataan ini tidak berbeda karena Gazza dahulunya adalah daerah Asqalan. Kampung halaman Imam Syafi’i rahimahullah bukan di Gazza Palestina, tetapi di Mekkah (Hijaz). Dahulunya ibu-bapak beliau datang ke Gazza untuk suatu keperluan, dan tidak lama setelah itu beliau lahir.

Sunday 18 October 2015

Ode Untuk Salim Kancil

Ode Untuk Salim Kancil
Jangan kau kira membunuhku mematikan aku
Jangan kau kira membekapku membungkam aku
Kau pikir langit diam membisu
Kau anggap bumi tak peduli dosamu
Jangan pernah kau sembunyi
Karena aku akan terus menghantui
Berjingkraklah senang sekarang
Tapi kau takkan pernah menang
Walau dengan seribu parang dan tendang
Salim memang namaku, tapi aku takkan pernah berdamai
untuk semua dosa yang telah kau tumpah
pada bumi ibu pertiwi dan semesta yang selalu memberi
di tanah ini nyawa kami bukan untuk dibeli
di tanah ini hidup kami bukan untuk kau curi
Salim memang namaku, tapi aku akan terus perangi
meski mati tubuh ini, meski hilang nyawa ini
aku akan terus meski hukum tak bersamaku
walau hanya tinggal sejengkal, walau hanya tinggal setetes
darah ini akan tetap melawan terus
kalian kumpulan begundal dan manusia-manusia jalang
Aku takkan menyerah, walau habis darah tertumpah
akan tetap melawan, akan tetap berperang
hingga adil seadil-adilnya mewujud meruah
menjadi berkah untuk tiap tetes airmata dan darah
Aku takkan menyerah, walau habis darah tertumpah
Salim namaku, bukan damai untukmu
Memang, hanya satu kata
Lawan!
Davisia
Jombang, 30 September 2015
"Ode Untuk Salim Kancil"