Saturday 28 November 2015

SEJARAH MEDIA PENYIARAN (Bagian 3)



Teori Komunikasi Sirkular 


Umpan balik dalam komunikasi massa mulai muncul dalam teori komunikasi yang dikemukakan Melvin DeFleur (1970) yang memasukkan perangkat umpan balik yang memberikan kemungkinan kepada komunikator untuk dapat lebih efektif mengadaptasikan komunikasinya. Dengan demikian, kemungkinan untuk mencapai korespondensi/kesamaan makna akan meningkat. Untuk menjelaskan teorinya, DeFleur mengungkapkannya dalam bagan berikut. 





Bagan DeFleur di atas telah memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang fenomena komunikasi massa. Dalam hal komunikasi massa surnber atau komunikator biasanya memperoleh umpan balik yang sangat terbatas dari audiennya. Dengan demikian DeFleur menilai umpan balik dalam komunikasi massa masih bersifat sangat terbatas.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan dengan semakin banyaknya pilihan media massa ternyata teori komunikasi linear sudah tidak cocok lagi menggambarkan fenomena komunikasi massa pada era kebebasan informasi. Pukulan terberat diterima model komunikasi jarum hipodermik dan juga teori Lasswell menyusul penelitian Paul Lazarsfeld dan kawan-kawannya dari Columbia University pada Pemilu 1940 di Amenika Serikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media massa ternyata hampir tidak memiliki pengaruh sama sekali. Masyarakat bukan lagi tubuh pasif yang menerima apa saja yang disuntikkan ke dalamnya. Dengan kata lain keperkasaan media massa sebagaimana yang digambarkan teori jarum hipodermik sudah tidak ada lagi. Teori jarum hipodermik kemudian runtuh dan mulai ditinggalkan, setidaknya di Amerika Serikat.
Tahap selanjutnya muncul pengakuan bahwa umpan balik itu ada namun datang terlambat (delayed) sebagaimana teori DeFleur. Teori ini melihat pada kenyataan ketika itu bahwa orang mencoba memberikan respon terhadap apa yang disajikan media massa. Respon itu berupa komentar, pendapat, pujian, kritik, saran dan sebagainya yang disampaikan secara tertulis melalui surat yang ditujukan ke kantor surat kabar atau ke stasiun penyiaran radio atau televisi. Teknologi komunikasi yang digunakan masyarakat ketika itu pada umumnya baru berupa surat yang dikirim melalui kurir (kantor pos) yang relatif lambat. Hal ini mengakibatkan tanggapan (feed back) atau respon dari penerima pesan diterima terlambat, beberapa hari kemudian setelah surat kabar diterbitkan atau suatu program siaran ditayangkan.
Perkembangan dewasa ini menunjukkan bahwa umpan balik itu bisa bersifat langsung dan segera. Kecepatan umpan balik yang diterima media penyiaran dan audiennya saat ini memiliki kecepatan yang sama sebagaimana komunikasi tatap muka (interpersonal). Sesuatu yang tidak terbayangkan sebelumnya.
Secara sederhana komunikasi massa didefinisikan sebagai komunikasi melalui media massa yakni surat kabar, majalah, radio, televisi dan film. Salah satu definisi yang paling sederhana tentang komunikasi massa dirumuskan Bittner (1980) yang menyebutkan: “Mass communication is message communicated through a mass medium to a large number of people” (Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang).
Komunikasi massa juga merupakan suatu pertukaran, yaitu tindakan menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik. Dengan demikian komunikasi massa juga bersifat transaksional yaitu tindakan pihak-pihak yang berkomunikasi secara serempak menyampaikan dan menerima pesan.
Pada umumnya setiap individu memiliki kebutuhan mendasar terhadap interaksi sosial. Berdasarkan pengalamannya. seseorang mengharapkan bahwa konsumsi atau penggunaan media tertentu, akan memberikan sejumlah pemenuhan bagi kebutuhannya. Hal ini akan membuatnya menonton acara televisi tertentu, membaca artikel tertentu dalam majalah dan sebagainya. Dalam beberapa kasus, aktivitas ini dapat menghasilkan suatu pemenuhan kebutuhan, namun pada saat yang bersamaan aktivitas ini juga menciptakan ketergantungan pada media massa tertentu. Dengan demikian, penggunaan media massa oleh individu telah memberikan fungsi alternatif bagi interaksi sosial yang sesungguhnya.
Versi lain dari pendekatan uses and gratifications ini dikemukan Karl
Erik Rosengren (1974) yang menyatakan bahwa:
·       Kebutuhan mendasar tertentu dalam interaksinya dengan berbagai kombinasi antara karakteristik intra dan ekstra individu dan juga dengan struktur masyarakat termasuk struktur media menghasilkan berbagai kombinasi persoalan individu dan juga persepsi mengenai solusi bagi persoalan tersebut.
·       Kombinasi persoalan dan solusinya menunjukkan berbagai motif untuk mencari pemenuhan atau penyelesaian persoalan yang menghasilkan perbedaan pola konsumsi media dan perbedaan pola perilaku lainnya yang menyebabkan perbedaan pola pemenuhan yang dapat mempengaruhi kombinasi karakteristik intra dan ekstra individu yang sekaligus akan mempengaruhi pula struktur media dan berbagai struktur politik, kultural dan ekonomi dalam masyarakat.
Dengan demikian menurut Rosengren, kebutuhan individu dianggap sebagai titik awal. Kebutuhan ini kemudian berinteraksi dengan karakteristik individu bersangkutan dan kondisi-kondisi lingkungan sosialnya yang pada akhirnya menimbulkan persoalan. Tingkat kerumitan persoalan akan berbeda antara satu individu dengan individu lainnya. Hal serupa berlaku pula dalam persepsi mengenai bagaimana persoalan tersebut dapat diselesaikan. 

(Bersambung ke bagian 4

No comments:

Post a Comment