Perencanaan Bottom-Up
Versus Perencanaan Top-Down
Supaya proses perencanaan dapat bekerja dengan tepat,
rencana-rencana strategis harus dikembangkan dan dibuat final sebelum
mengembangkan dan menerapkan rencana-rencana operasional. Rencana-recana
operasional hendaknya dikembangkan terlebih dulu dengan maksud menentukan
rencana-rencana strategis dari atas. Rencana-rencana operasional dikembangkan
dalam cara ini mencerminkan minat-minat yang sempit dan spekulasi
untuk-diri-sendiri, biasanya gagal menunjukkan kooperasi, dan seringkali tidak
konsisten. Para administrator level yang lebih
tinggi kemudian dipaksa untuk menyaring dan mencampur bersama-sama
rencana-rencana operasional ke dalam rencana-rencana strategis. Aliran ke-atas
ini menyebabkan tim perencanaan puncak memodifikasi dan menyaring
rencana-rencana operasional daripada mengembangkan rencana-rencana strategis
terkoordinasi.
Para manajer operasional melihat penyaringan, modifikasi dan pencampuran
rencana-rencana operasional sebagai campur tangan ke dalam urusan mereka oleh
para administrator level puncak. Mereka seringkali menjadi terlemahkan karena
rencana-rencana yang mana mereka telah menghabiskan waktu mengembangkan dan
menyaringnya dipotong begitu saja dan diubah untuk hal-hal yang mereka lihat
sebagai alasan-alasan yang tidak jelas. Perencanaan yang mulai pada level-elvel
rendah – pendekatan bottom-up – biasanya menghasilkan frustasi ketika para
administrator level-bawah melihat rencana-rencana mereka diabaikan atau
dipangkas karena rencana-rencana tersebut tidak memenuhi sasaran strategis para
administrator level-puncak yang dianggap penting. Hal ini merupakan situasi
tanpa-pemenang karena rencana-rencana operasional harus dimodifikasi untuk
menghilangkan fragmentasi jika sebuah rencana gabungan ingin dicapai.
Hambatan-hambatan sumberdaya juga dapat memaksa modifikasi-modifikasi di dalam
rencana-rencana tersebut. Sehingga, keseluruhan usaha perencanaan berakhir
sebagai sesuatu yang oleh personel operasional dilihat sebagai sebuah
kepura-puraan yang menjadi tidak menghargai pada proses perencanaan dan melihat
administrasi sentral senagai otokratis dan intervensi.
Jenis-jenis Perencanaan
Disamping menyebabkan
permasalahan-permasalahan hubungan manusia, pendekatan bottom-up pada
perencanaan strategis tidaklah efektif karena para administrator level-punak
yang kekuarangan pemahaman mengenai operasi harian memodifikasi rencana-rencana
operasional dalam cara-cara yang seringkali membuatnya sulit untuk
diimplementasikan. Tujuan utama adalah untuk mengkonsolodasikan dan
mengkoordinasikan rencana-rencana yang diterima, dan oleh karena itu para
perencana kantor-pusat tidak dasar atau tidak perhatian pada permasalahan-permasalahan
dan hambatan-hambatan operasional unik. Sekali lagi, personil operasional yang
melihat rencana-rencana mereka berubah untuk memenuhi kebutuhan strategis
dengan mengorbankan kebutuhan-kebutuhan operasional mulai melihat keseluruhan
proses perencanaan secara skeptis. Pada saat yang sama, para administrator
level-puncak kehilangan keyakinan dalam kemampuan dari para manajer level-bawah
untuk mengembangkan rencana-rencana yang dapat diterima. Terdapat kekurangan
komitmen pada proses perencanaan yang terjadi dalam divisi, konflik dan sistem
perencanaan yang tidak efektif. Hal ini menyebabkan ketidakpercayaan yang
semakin besar antara staf kantor-pusat dan staf gedung-sekolah – masing-masing
menyalahkan yang lain atas permasalahan-permasalahan operasional.
Tabel: Perbedaan dalam Sudut Pandang
Perencanaan Operasional
Kepala Sekolah, Pengawas, Kepala Departemen
|
Perencanaan Strategis
Penilik, Dewan Sekolah dan Staf Kantor Pusat
|
|
Fokus
|
Realitas dan permasalahan
operasi
|
Survival dan
pengembangan jangka panjang
|
Tujuan
|
Kinerja saat
ini
|
Keberhasilan
sistem sekolah masa depan
|
Hambatan
|
Lingkungan
sekolah/sumberdaya saat ini
|
Sumberdaya masa
depan/lingkungan seluruh sistem yang diinginkan
|
Penghargaan
|
Efisiensi,
stabilitas
|
Pengembangan
potensi masa depan, fleksibilitas
|
Informasi
|
Fakta/reaksi
siswa, orang tua dan guru saat ini
|
Nilai/keinginan
federal, negara bagian dan masyarakat masa depan
|
Organisasi
|
Birokratik/stabil
|
Entrepreneurial/fleksibel
|
Kepemimpinan
|
melanggengkan
apa yang berhasil di masa lalu
|
Menginspirasikan
perubahan untuk kebutuhan masa depan
|
Penyelesaian
masalah
|
Bereaksi,
mengandalkan pada pengalaman masa lalu, proseur operasi standar
|
Antisipatif,
menemukan pendekatan-pendekatan baru, ide-ide kreatif untuk menjawab
tantangan-tantangan masa depan
|
Resiko
|
Resiko rendah
|
Resiko tinggi
|
Tabel di atas menyoroti beberapa
perbedaan di dalam sudut pandang kepala sekolah, pengawas, kepala departemen,
dan pengamat, dewan sekolah, serta staf manajemen kantor-pusat. Tabel di atas menunjukkan bahwa para manajer operasional level bawah,
terkait dengan operasi-operasi harian, tidak memilioki latar belakang dan sudut
pandang yang dibutuhkan untuk mengembangkan rencana-rencana strategis. Biasanya
para manajer ini memusatkan sebagian besar, jika tidak semuanya, perhatian
mereka pada pencapaian kerja secara tepat dan memertahankan organisasi tetap
pada jalur. Fokus semacam ini tidaklah kondusif pada resiko tinggi, pemikiran
fleksibel dibutuhkan untuk perencanaan strategis efektif. Namun, para manajer
ini telah sangat siap untuk mengembangkan sasaran operasional jika diberikan
semacam panduan strategis. Pada sisi lain, par anggota dewan sekolah, pengawas,
asistemn pengawas, dan semacamnya biasanya tidak begitu siap untuk membuat
rencana-rencana operasional. Aktivitas harian mereka tidak memersiapkan mereka untuk
pertimbangan-pertimbangan operasional. Mereka perhatian pada kelangsungan
jangka panjang, sumberdaya masa depan, memenuhi berbagai kepentingan kelompok
dan mengembangkan ide-ide kreatif untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masa
depan. Mereka sadar mengenai sistem-sistem nilai yang beragam yang bekerja di
dalam lingkungan strategis. Mereka tidak sadar terhadap
permasalahan-permasalahan operasional utama, campuran
siswa-guru-orangtua-masyarakat yang unik, sikap sekolah, hambatan perlengkapan
dan fasilitas, beban kerja dan banyak lagi aspek lainnya dari lingkungan
operasional.
Orang-orang di dalam kantor
pusat cenderung melewatkan tekanan permasalahan operasional atau
ketidakseimbangan beban kerja yang mana personel operasional harian paling
paham tentangnya. Misalnya, parta administrator level-atas dapat memodifikasi
sebuah tujuan operasional untuk menyatakan bahwa semua guru dari bacaan dalam
K-7 akan mencakup rata-rata satu unit per minggu menggunakan seri Ginn C360.
hal ini merupakan sasaran operasional dan hendaknya ditetapkan oleh guru,
pengawas dan kepala sekolah di bawha panduan semacam sasaran strategis yang
mengacu pada ”koordinasi dan langkah dari program bacaan sepanjang sistem
sekolah.” Sasaran operasional eksplisit sebagaimana yang dikembangkan oleh
kantor pusat dapat memberikan tekanan yang tak semestinya pada para guru dan
para siswa untuk mencakup sebuah unit semingu setiap minggu – dan pengawas,
kepala sekolah dan guru berada dalam posisi terbaik untuk mengetahui hal ini.
Sebagai tambahan, sebagian besar personel level sekolah ingin memiliki input ke
dalam kinerja-kinerja spesifik yang mereka harapkan untuk diterapkan dan
berdasarkan hal tersebut mereka dievaluasi.
Meskipun pengawas/penilik dan
tim perencanaan tidak memiliki rincian yang dibutuhkan untuk perencanaan
operasional, mereka adalah satu-satunya yang memiliki perspektif untuk
mengembangkan rencana-rencana strategis efektif. Hal ini menjadikan secara
khusus tidak tepat untuk tim perencanaan strategis untuk dipaksa untuk
mendedikasikan waktu dan usahanya ke dalam rencana-rencana operasional yang
didefinisikan secara sempit dan tak terkoordinasi yang secara metodologis
dicampur ke dalam sebuah sistem strategis. Para manajer kantor pusat biasanya
memusatkan sebagian besar perhatian mereka pada kekuatan-kekuatan politik,
ekonomi dan sosial yang bertindak pada sistem sekolah dan pada pencarian
dukungan maksimal atas usaha-usaha masa depan. Kerja semacam ini tidaklah
kondusif bagi tipe pemikiran yang membutuhkan perencanaan aktivitas operasional
harian. Namun, para administrator ini telah sangat siap untuk mengembangkan
tujuan / sasaran strategis yang dibutuhkan untuk menyediakan arah bagi semua
aktivitas operasional masa depan. Para administrator kantor pusat, karena
mereka dilepaskan dari permasalahan operasi saat ini dan rutinitas harian,
memiliki sudut pandang yang dibutuhkan untuk perencanaan strategis efektif.
Simpulan logikalnya adalah
dengan membagi fungsi perencanaan. Otoritas dan tanggung jawab untuk perencanaan
strategis dan pengambilan keputusan ditempatkan bersama dengan para
administrator level-puncak. Proses perencanaan, bagian pertama dari fungsi
perencanaan, bertindak sebagai sistem panduan untuk bagian kedua, perencanaan
operasional. Tanggung jawab untuk bagian kedua ditempatkan bersama dengan para
administrator lini, yang berkaitan dengan seberapa bagus pelaksanaan operasi
dan rencana-rencana operasional pengembangan yang menerapkan rencana-rencana
strategis. Steiner menyatakan bahwa:
Terdapat sebuah tren di dalam
jumlah perusahaan-perusahaan besar untuk memecah staf perencanaan korporat ke
dalam dua kelompok – perencanaan strategis dan perencanaan operasional.... IBM,
Xerox, dan W. R. Grace, misalnya, menyatakan menguntungkan beberapa tahun yang
lalu untuk memisahkan perencanaan strategis dan perencanaan operasional.
General Eletric baru-baru ini menjalani reorganisasi staf level-puncak yang
cukup penting untuk memisahkan perencanaan strategis dari perencanaan
operasional harian. Semuanya, tampaknya bahwa jenis pergeseran organisasional
ini akan menjadi lebih cepat dan menjadi lebih tipikal di dalam
perusahaan-perusahaan di masa depan. (Steiner, 1970, hal. 138).
Pemisahan proses perencanaan
telah berlanjut sepanjang tahun 1970an dan hingga tahun 1980an.
Meskipun masih ada perdebatan
yang cukup mencolok, baik penelitian maupun pengalaman menyatakan bahwa proses
perencanaan bekerja sangat bagus ketika mengalir dari atas ke bawah.
Rencana-rencana strategis dikembangkan pada puncak akan lebih tepat memenuhi kelangsungan
jangka panjang dan pengembangan yang dibutuhkan organisasi, sedangkan
rencana-rencana operasional yang dikoordinasikan dan difokuskan oleh
rencana-rencana strategis dapat sangat bagus menjawab realitas-realitas
operasional yangmana para administrator sekolah dan para guru harus
menghadapinya setiap hari.
Kebutuhan untuk koordinasi
perencanaan pada level-level yang berbeda adalah terlalu jelas untuk dibahas. Tapi
yang tidak jelas adalah bahwa sebuah rencana [strategis] korporat hendaknya
bukanlah agregasi / gabungan rencana-rencana yang disesuaikan oleh divisi,
departemen atau bagian-bagian lain dari organisasi. Rencana-rencana
dipersiapkan oleh sub unit untuk agregasi / gabungan pada puncak cenderung
menjadi propaganda untuk sebagian besar sumberdaya organisasional. Untuk
pastinya, perenanaan korporat efektif membutuhkan perencanaan dalam setiap
bagian dari organisasi, tapi hal ini hendaknya dikoordinasikan secara
metodologis dan secara konseptual dari atas. (Ackoff, 1970, hal. 46).
Pendekatan top-down kecil
kemungkinannya untuk dilihat secara sinis, karena terdapat lebih sedikit
kebutuhan untuk memodifikasi atau merubah rencana-rencana yang dikembangkan
pada level operasional. Pendekatan top-down mengeliminasi kebutuhan untuk
modifikasi-modifikasi penting dikarenakan adanya tujuan-tujuan yang tidak layak
dan kurangnya sudutpandang yang seringkali terhadi ketika rencana-rencana
bottom-up ditinjau oleh para administrator level puncak. Proses peninjauan
masih terjadi, tapi karena rencana-rencana dikoordinasikan, maka lebih sedikit
modifikasi yang dibutuhkan, hal ini menyebabkan proses perencanaan yang jauh
lebih cepat dan efisien serta lebihdiyakini bahwa semua orang terlibat
didalamnya. Tidaklah mudah dalam segala bentuk organisasi untuk mendapatkan koordinasi
yang dibutuhkan mengenai usaha-usha perencanaan; namun, koordinasi paling baik
dicapai ketika rencana-rencana strategis, yang dibuat di atas, digunakan untuk
memandu rencana-rencana operasional yangdikembangkan oleh sub-unit sub-unit di
dalam sistem.
Tanpa sasaran strategis yang
jelas dan spesifik maka tidak mungkin untuk mengembangkan tujuan-tujuan
operasional yang konsisten dan terkoordinasi. Orang-orang secara alamiah akan
cenderung mendukung dan melawan untuk kepentingan mereka sendiri, yang seringkali
cukup berbeda satu sama lain dan kadangkala bahkan sifatnya bertentangan. Jika
tanpa panduan, rencana-rencana operasional terfragmentasi pun dikoordinasikan
dan dikonsolidasi pada level puncak guna mengembangkan rencana strategis,
fragmentasi, kurangnya koordinasi, kebingungan umum, dan seringkali konflik
akan terjadi pada level-level bawah. Para guru dan para kepala sekolah menjadi
terlemahkan dengn proses perencanaan ketika mereka mendapati konsepsi-konsepsi
mereka yang bertentangan dimodifikasi untuk sesuai dengan rencana-rencana
strategis bottom-up. Satu-satunya alternatif bottom-up adalah meminta semua
personel operasional untuk mengerjakan rencana-rencana mereka sendiri dalam
suatu cara hingga mereka konsisten – seringkali merupakan usaha yang menyita
waktu dan melemahkan. Maka, pendekatan terbaik adalah pertama kali
mengembangkan rencana-rencana strategis di bawah panduan para administrator
level-puncak dan kemudian mengunakan rencana-rencana strategis ini untuk
memandu usaha-usaha dari personel operasional dalam pengembangan
rencana-rencana operasional. Hal ini dikenal dengan pendekatan top-down pada
perencanaan.
Bersambung.
No comments:
Post a Comment