Saturday 31 October 2015

Manajemen Pendidikan: Perencanaan Bottom-Up Versus Perencanaan Top-Down


Perencanaan Bottom-Up Versus Perencanaan Top-Down
Supaya proses perencanaan dapat bekerja dengan tepat, rencana-rencana strategis harus dikembangkan dan dibuat final sebelum mengembangkan dan menerapkan rencana-rencana operasional. Rencana-recana operasional hendaknya dikembangkan terlebih dulu dengan maksud menentukan rencana-rencana strategis dari atas. Rencana-rencana operasional dikembangkan dalam cara ini mencerminkan minat-minat yang sempit dan spekulasi untuk-diri-sendiri, biasanya gagal menunjukkan kooperasi, dan seringkali tidak konsisten. Para administrator level yang lebih tinggi kemudian dipaksa untuk menyaring dan mencampur bersama-sama rencana-rencana operasional ke dalam rencana-rencana strategis. Aliran ke-atas ini menyebabkan tim perencanaan puncak memodifikasi dan menyaring rencana-rencana operasional daripada mengembangkan rencana-rencana strategis terkoordinasi.

Para manajer operasional melihat penyaringan, modifikasi dan pencampuran rencana-rencana operasional sebagai campur tangan ke dalam urusan mereka oleh para administrator level puncak. Mereka seringkali menjadi terlemahkan karena rencana-rencana yang mana mereka telah menghabiskan waktu mengembangkan dan menyaringnya dipotong begitu saja dan diubah untuk hal-hal yang mereka lihat sebagai alasan-alasan yang tidak jelas. Perencanaan yang mulai pada level-elvel rendah – pendekatan bottom-up – biasanya menghasilkan frustasi ketika para administrator level-bawah melihat rencana-rencana mereka diabaikan atau dipangkas karena rencana-rencana tersebut tidak memenuhi sasaran strategis para administrator level-puncak yang dianggap penting. Hal ini merupakan situasi tanpa-pemenang karena rencana-rencana operasional harus dimodifikasi untuk menghilangkan fragmentasi jika sebuah rencana gabungan ingin dicapai. Hambatan-hambatan sumberdaya juga dapat memaksa modifikasi-modifikasi di dalam rencana-rencana tersebut. Sehingga, keseluruhan usaha perencanaan berakhir sebagai sesuatu yang oleh personel operasional dilihat sebagai sebuah kepura-puraan yang menjadi tidak menghargai pada proses perencanaan dan melihat administrasi sentral senagai otokratis dan intervensi. 



Jenis-jenis Perencanaan
Disamping menyebabkan permasalahan-permasalahan hubungan manusia, pendekatan bottom-up pada perencanaan strategis tidaklah efektif karena para administrator level-punak yang kekuarangan pemahaman mengenai operasi harian memodifikasi rencana-rencana operasional dalam cara-cara yang seringkali membuatnya sulit untuk diimplementasikan. Tujuan utama adalah untuk mengkonsolodasikan dan mengkoordinasikan rencana-rencana yang diterima, dan oleh karena itu para perencana kantor-pusat tidak dasar atau tidak perhatian pada permasalahan-permasalahan dan hambatan-hambatan operasional unik. Sekali lagi, personil operasional yang melihat rencana-rencana mereka berubah untuk memenuhi kebutuhan strategis dengan mengorbankan kebutuhan-kebutuhan operasional mulai melihat keseluruhan proses perencanaan secara skeptis. Pada saat yang sama, para administrator level-puncak kehilangan keyakinan dalam kemampuan dari para manajer level-bawah untuk mengembangkan rencana-rencana yang dapat diterima. Terdapat kekurangan komitmen pada proses perencanaan yang terjadi dalam divisi, konflik dan sistem perencanaan yang tidak efektif. Hal ini menyebabkan ketidakpercayaan yang semakin besar antara staf kantor-pusat dan staf gedung-sekolah – masing-masing menyalahkan yang lain atas permasalahan-permasalahan operasional.

Tabel: Perbedaan dalam Sudut Pandang

Perencanaan Operasional
Kepala Sekolah, Pengawas, Kepala Departemen
Perencanaan Strategis
Penilik, Dewan Sekolah dan Staf Kantor Pusat
Fokus
Realitas dan permasalahan operasi
Survival dan pengembangan jangka panjang
Tujuan
Kinerja saat ini
Keberhasilan sistem sekolah masa depan
Hambatan
Lingkungan sekolah/sumberdaya saat ini
Sumberdaya masa depan/lingkungan seluruh sistem yang diinginkan
Penghargaan
Efisiensi, stabilitas
Pengembangan potensi masa depan, fleksibilitas
Informasi
Fakta/reaksi siswa, orang tua dan guru saat ini
Nilai/keinginan federal, negara bagian dan masyarakat masa depan
Organisasi
Birokratik/stabil
Entrepreneurial/fleksibel
Kepemimpinan
melanggengkan apa yang berhasil di masa lalu
Menginspirasikan perubahan untuk kebutuhan masa depan
Penyelesaian masalah
Bereaksi, mengandalkan pada pengalaman masa lalu, proseur operasi standar
Antisipatif, menemukan pendekatan-pendekatan baru, ide-ide kreatif untuk menjawab tantangan-tantangan masa depan
Resiko
Resiko rendah
Resiko tinggi

Tabel di atas menyoroti beberapa perbedaan di dalam sudut pandang kepala sekolah, pengawas, kepala departemen, dan pengamat, dewan sekolah, serta staf manajemen kantor-pusat. Tabel di atas menunjukkan bahwa para manajer operasional level bawah, terkait dengan operasi-operasi harian, tidak memilioki latar belakang dan sudut pandang yang dibutuhkan untuk mengembangkan rencana-rencana strategis. Biasanya para manajer ini memusatkan sebagian besar, jika tidak semuanya, perhatian mereka pada pencapaian kerja secara tepat dan memertahankan organisasi tetap pada jalur. Fokus semacam ini tidaklah kondusif pada resiko tinggi, pemikiran fleksibel dibutuhkan untuk perencanaan strategis efektif. Namun, para manajer ini telah sangat siap untuk mengembangkan sasaran operasional jika diberikan semacam panduan strategis. Pada sisi lain, par anggota dewan sekolah, pengawas, asistemn pengawas, dan semacamnya biasanya tidak begitu siap untuk membuat rencana-rencana operasional. Aktivitas harian mereka tidak memersiapkan mereka untuk pertimbangan-pertimbangan operasional. Mereka perhatian pada kelangsungan jangka panjang, sumberdaya masa depan, memenuhi berbagai kepentingan kelompok dan mengembangkan ide-ide kreatif untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masa depan. Mereka sadar mengenai sistem-sistem nilai yang beragam yang bekerja di dalam lingkungan strategis. Mereka tidak sadar terhadap permasalahan-permasalahan operasional utama, campuran siswa-guru-orangtua-masyarakat yang unik, sikap sekolah, hambatan perlengkapan dan fasilitas, beban kerja dan banyak lagi aspek lainnya dari lingkungan operasional.
Orang-orang di dalam kantor pusat cenderung melewatkan tekanan permasalahan operasional atau ketidakseimbangan beban kerja yang mana personel operasional harian paling paham tentangnya. Misalnya, parta administrator level-atas dapat memodifikasi sebuah tujuan operasional untuk menyatakan bahwa semua guru dari bacaan dalam K-7 akan mencakup rata-rata satu unit per minggu menggunakan seri Ginn C360. hal ini merupakan sasaran operasional dan hendaknya ditetapkan oleh guru, pengawas dan kepala sekolah di bawha panduan semacam sasaran strategis yang mengacu pada ”koordinasi dan langkah dari program bacaan sepanjang sistem sekolah.” Sasaran operasional eksplisit sebagaimana yang dikembangkan oleh kantor pusat dapat memberikan tekanan yang tak semestinya pada para guru dan para siswa untuk mencakup sebuah unit semingu setiap minggu – dan pengawas, kepala sekolah dan guru berada dalam posisi terbaik untuk mengetahui hal ini. Sebagai tambahan, sebagian besar personel level sekolah ingin memiliki input ke dalam kinerja-kinerja spesifik yang mereka harapkan untuk diterapkan dan berdasarkan hal tersebut mereka dievaluasi.
Meskipun pengawas/penilik dan tim perencanaan tidak memiliki rincian yang dibutuhkan untuk perencanaan operasional, mereka adalah satu-satunya yang memiliki perspektif untuk mengembangkan rencana-rencana strategis efektif. Hal ini menjadikan secara khusus tidak tepat untuk tim perencanaan strategis untuk dipaksa untuk mendedikasikan waktu dan usahanya ke dalam rencana-rencana operasional yang didefinisikan secara sempit dan tak terkoordinasi yang secara metodologis dicampur ke dalam sebuah sistem strategis. Para manajer kantor pusat biasanya memusatkan sebagian besar perhatian mereka pada kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang bertindak pada sistem sekolah dan pada pencarian dukungan maksimal atas usaha-usaha masa depan. Kerja semacam ini tidaklah kondusif bagi tipe pemikiran yang membutuhkan perencanaan aktivitas operasional harian. Namun, para administrator ini telah sangat siap untuk mengembangkan tujuan / sasaran strategis yang dibutuhkan untuk menyediakan arah bagi semua aktivitas operasional masa depan. Para administrator kantor pusat, karena mereka dilepaskan dari permasalahan operasi saat ini dan rutinitas harian, memiliki sudut pandang yang dibutuhkan untuk perencanaan strategis efektif.
Simpulan logikalnya adalah dengan membagi fungsi perencanaan. Otoritas dan tanggung jawab untuk perencanaan strategis dan pengambilan keputusan ditempatkan bersama dengan para administrator level-puncak. Proses perencanaan, bagian pertama dari fungsi perencanaan, bertindak sebagai sistem panduan untuk bagian kedua, perencanaan operasional. Tanggung jawab untuk bagian kedua ditempatkan bersama dengan para administrator lini, yang berkaitan dengan seberapa bagus pelaksanaan operasi dan rencana-rencana operasional pengembangan yang menerapkan rencana-rencana strategis. Steiner menyatakan bahwa:
Terdapat sebuah tren di dalam jumlah perusahaan-perusahaan besar untuk memecah staf perencanaan korporat ke dalam dua kelompok – perencanaan strategis dan perencanaan operasional.... IBM, Xerox, dan W. R. Grace, misalnya, menyatakan menguntungkan beberapa tahun yang lalu untuk memisahkan perencanaan strategis dan perencanaan operasional. General Eletric baru-baru ini menjalani reorganisasi staf level-puncak yang cukup penting untuk memisahkan perencanaan strategis dari perencanaan operasional harian. Semuanya, tampaknya bahwa jenis pergeseran organisasional ini akan menjadi lebih cepat dan menjadi lebih tipikal di dalam perusahaan-perusahaan di masa depan. (Steiner, 1970, hal. 138).
Pemisahan proses perencanaan telah berlanjut sepanjang tahun 1970an dan hingga tahun 1980an.
Meskipun masih ada perdebatan yang cukup mencolok, baik penelitian maupun pengalaman menyatakan bahwa proses perencanaan bekerja sangat bagus ketika mengalir dari atas ke bawah. Rencana-rencana strategis dikembangkan pada puncak akan lebih tepat memenuhi kelangsungan jangka panjang dan pengembangan yang dibutuhkan organisasi, sedangkan rencana-rencana operasional yang dikoordinasikan dan difokuskan oleh rencana-rencana strategis dapat sangat bagus menjawab realitas-realitas operasional yangmana para administrator sekolah dan para guru harus menghadapinya setiap hari.
Kebutuhan untuk koordinasi perencanaan pada level-level yang berbeda adalah terlalu jelas untuk dibahas. Tapi yang tidak jelas adalah bahwa sebuah rencana [strategis] korporat hendaknya bukanlah agregasi / gabungan rencana-rencana yang disesuaikan oleh divisi, departemen atau bagian-bagian lain dari organisasi. Rencana-rencana dipersiapkan oleh sub unit untuk agregasi / gabungan pada puncak cenderung menjadi propaganda untuk sebagian besar sumberdaya organisasional. Untuk pastinya, perenanaan korporat efektif membutuhkan perencanaan dalam setiap bagian dari organisasi, tapi hal ini hendaknya dikoordinasikan secara metodologis dan secara konseptual dari atas. (Ackoff, 1970, hal. 46).
Pendekatan top-down kecil kemungkinannya untuk dilihat secara sinis, karena terdapat lebih sedikit kebutuhan untuk memodifikasi atau merubah rencana-rencana yang dikembangkan pada level operasional. Pendekatan top-down mengeliminasi kebutuhan untuk modifikasi-modifikasi penting dikarenakan adanya tujuan-tujuan yang tidak layak dan kurangnya sudutpandang yang seringkali terhadi ketika rencana-rencana bottom-up ditinjau oleh para administrator level puncak. Proses peninjauan masih terjadi, tapi karena rencana-rencana dikoordinasikan, maka lebih sedikit modifikasi yang dibutuhkan, hal ini menyebabkan proses perencanaan yang jauh lebih cepat dan efisien serta lebihdiyakini bahwa semua orang terlibat didalamnya. Tidaklah mudah dalam segala bentuk organisasi untuk mendapatkan koordinasi yang dibutuhkan mengenai usaha-usha perencanaan; namun, koordinasi paling baik dicapai ketika rencana-rencana strategis, yang dibuat di atas, digunakan untuk memandu rencana-rencana operasional yangdikembangkan oleh sub-unit sub-unit di dalam sistem.
Tanpa sasaran strategis yang jelas dan spesifik maka tidak mungkin untuk mengembangkan tujuan-tujuan operasional yang konsisten dan terkoordinasi. Orang-orang secara alamiah akan cenderung mendukung dan melawan untuk kepentingan mereka sendiri, yang seringkali cukup berbeda satu sama lain dan kadangkala bahkan sifatnya bertentangan. Jika tanpa panduan, rencana-rencana operasional terfragmentasi pun dikoordinasikan dan dikonsolidasi pada level puncak guna mengembangkan rencana strategis, fragmentasi, kurangnya koordinasi, kebingungan umum, dan seringkali konflik akan terjadi pada level-level bawah. Para guru dan para kepala sekolah menjadi terlemahkan dengn proses perencanaan ketika mereka mendapati konsepsi-konsepsi mereka yang bertentangan dimodifikasi untuk sesuai dengan rencana-rencana strategis bottom-up. Satu-satunya alternatif bottom-up adalah meminta semua personel operasional untuk mengerjakan rencana-rencana mereka sendiri dalam suatu cara hingga mereka konsisten – seringkali merupakan usaha yang menyita waktu dan melemahkan. Maka, pendekatan terbaik adalah pertama kali mengembangkan rencana-rencana strategis di bawah panduan para administrator level-puncak dan kemudian mengunakan rencana-rencana strategis ini untuk memandu usaha-usaha dari personel operasional dalam pengembangan rencana-rencana operasional. Hal ini dikenal dengan pendekatan top-down pada perencanaan.

Bersambung.

No comments:

Post a Comment