Monday 9 November 2015

Sejarah singkat Imam Syafi’i (Bagian 5 - terakhir)



Pergi ke Iraq yang ke Tiga Kali.
Di Mekkah sudah didengar kabar wafatnya Khalifah Harun ar Rasyid dan telah digantikan oleh Khalifah aI Amin dan sesudah itu oleh Al Ma’mun. Begitu juga telah meninggal guru-guru Imam Syafi’i rahimahullah di Iraq, yaitu Abu Yusuf pada tahun 182 H. dan Muhammad bin Hasan pada tahun 188 H. Hati Imam Syafi’i tergerak kembali hendak datang ke Bagdad, Ibu Kota dan Pusat Kerajaan Ummat Islam ketika itu, karena di situ duduknya Khalifah, Amirur Mu’minin.
Beliau tidak lama di Iraq pada kali itu, tetapi pada kesempatan ini beliau membuat sejarah, yaitu membentuk madzhab tersendiri yang kemudian dinamakan “MADZHAB SYAFI’I”.

Madzhab Syafi’i yang Pertama.
Abu Abdillah Muhammad bin Idris as Syafi’i ini setelah ilmunya tinggi dan fahamnya begitu dalam dan tajam, timbullah inspirasinya untuk berfatwa sendiri mengeluarkan hukum-hukum dari Quran dan Hadits sesuai dengan “ijtihad”nya sendiri, terlepas dari fatwa-fatwa gurunya Imam Maliki dan Ulama-ulama Hanafi di Iraq. Hal ini terjadi pada tahun 198 H. yaitu sesudah usia beliau 48 tahun dan sesudah melalui masa belajar lebih kurang 40 tahun. Beliau telah menghafal al-Quran dan berpuluh ribu hadits di luar kepala dan juga telah mendalami tafsir dari ayat suci dan makna hadits-hadits serta pendapat Ulama yang terdahulu. Beliau berfatwa dengan lisan menurut ijtihadnya (pendapat) sendiri dan juga mengarangkan kitab-kitab yang berisikan pendapat-pendapatnya itu. Mula-mula di Iraq beliau mengarang kitab “ar-Risalah”, kitab UshuI Fiqih yang pertama di dunia, yakni suatu ilmu yang dijadikan pedoman dalam menggali hukum-hukum Fiqih dari kitab suci al-Quran dan dari hadits Nabi.
Harus dimaklumi bahwa sekalian fatwa dengan lisan dan tulisan pada ketika Imam syafi’i di Iraq ini dinamakan ‘Al-Qaulul Qadim” (Fatwa lama) sedang fatwa-fatwa yang dikeluarkan sesudah beliau pindah ke Mesir dinamakan “Al-Qaulul Jadid” fatwa baru). Barangsiapa yang mempelaiari kitab-kitab Imam Syafi’i rahimahullah atau kitab-kitab Syafi’iyah dewasa ini, akan berjumpa dengan tulisan-tulisan al-Qaulul Qadim dan al-Qaulul Jadid itu.

Pindah ke Mesir.
Pada bulan Syawal tahun 198 H. itu juga, Imam Syafi’i pindah ke Mesir. Kebetulan saja Khalifah al Ma’mun mengangkat Abbas bin Musa menjadi Wali (Gubernur) Mesir dan mengirimnya ke Mesir. Imam Syafi’i menumpang dalam kafilah Wali Mesir itu, karena Imam Syafi’i rahimahullah adalah salah seorang Ulama yang dihormati, bukan saja oleh rakyat Iraq tetapi juga oleh Khalifah Ma’mun sendiri. Ketika beliau akan berangkat dari Iraq ke Mesir, banyaklah datang sahabat-sahabatnya untuk mengucapkan selamat jalan, diantaranya adalah muridnya yang terkenal dan kemudian dikenal dengan nama Ahmad bin Hanbal (Pembangun Madzhab Hanbali).
Pada ketika Imam Syafi’i bersalaman dengan Ahmad bin Hanbal, beliau membaca sebuah sya’ir, begini:
  لَقَدْ أَصْبَحَتْ نَفْسِى تَتُوْقُ إِلَى مِصْرَ,
وَمِنْ دُوْنِهَاأَرْضُ الْمُهَامَةِ وَالْقَفْرِ
وَوَاللهِ لاَأَدْرِى لِلْعِزِّ وَالْغِنَى,
أُسَاقُ إِلَيْهَاأَمْ أُسَاقُ إِلَى الْقَبْرِ
” Saya rindu pergI Ke Mesir,
untuk melihat sungai dan pasir,
untuk kebesaran atau kekayaan,
ataukah ini makam pekuburan”
Rupanya Imam Syafi’i rahimahullah sudah merasa bahwa ia akan wafat dan bermakam buat selama-lamanya di Mesir.
Abbas bin Musa, Gubernur Mesir meminta agar Imam Syafi’i menginap di rumahnya, tetapi Imam Syafi’i rahimahullah menolak karena ia ingin tinggal dengan seorang ulama Besar namanya Abdullah bin aI Hakam seorang ulama yang pernah menjadi muridnya di Madinah pada ketika Imam syafi’i mendiktekan kitab Al Muwatha’ atas nama Imam Maliki. Beliau tinggal di rumah Abdullah bin al Hakam sampai tahun 204 Hijriyah.

Imam Syafi’i Suka Mengembara dalam Rangka Mencari Ilmu Pengetahuan.
Dalam riwayat, Imam Syafi’i rahimahullah suka mengembara, pindah dari satu negeri ke negeri yang lain, terutama dalam hal mencari ilmu pengetahuan. Beliau lahir di Gazza, pergi ke Mekkah, pindah ke Madinah, pindah ke Yaman, pindah ke Iraq dan Syam, ke Mekkah dan ke Irak lagi, kemudian pindah ke Mesir, wafat dan bermakam di Mesir.
Imam Syafi’i rahimahullah bukan saja mempraktekkan pindah-pindah tempat itu untuk dirinya sendiri, tetapi juga beliau menganjurkan bagi siapa saja agar mengadakan pengembaraan dengan perasaan gembira dan perjalanan keliling, khususnya dalam belajar untuk mencari ilmu pengetahuan. Beliau pernah berkata dalam sya’ir begini :
مَافِى الْمَقَامِ لِذِى عَقْلٍ وَذِى أَدَبٍ
مِنْ رَاحَةٍ فَدَعِ الْأَوْطَانَ وَاغْتَرِبِ
سَافِرْ تَجِدْ عِوَضًاعَمًّاتُفَارِقُهُ
وَانْصَبْ فَإِنَّ لَذِيْذَالْعَيْشِ فِى النَّصَبِ
إِنِّى رَأَيْتُ وُقُوْفَ الْمَاءِ يُفْسِدُهُ
إِنْ سَالَ طَابَ وَإِنْ لَمْ يَجْرِ لَمْ يَطِبِ
أَلْأُسْدُلَوْلاَفِرَاقُ الْغَابِ مَاافْتَرَسَتْ
وَالسَّهْمُ لَوْلاَفِرَاقُ الْقَوْسِ لَمْ يُصِبِ
وَالشَّمْسُ لَوْوَقَفَتْ فِى الْفُلْكِ دَائِمَةً
لَمَلَّهَاالنَّاسُ مِنْ عُجْمٍ وَمِنْ عَرَبٍ
وَالتِّبْرُ كَالتُّرْبِ مُلْقًى فِى أَمَاكِنِهِ
وَالْعُوْدُفِى أَرْضِهِ نَوْعٌ مِنَ الْحَطَبِ
فَإِنْ تَغَرَّبَ هَذَاعَزَّمَطْلَبُهُ
وَإِنْ تَغَرَّبَ ذَاكَ غَزَّكَالذَّهَبِ
Tidak enak bagi orang cerdik pandai tinggal tetap di suatu tempat
Oleh karena itu tinggalkanlah tanah air dan mengembaralah
Musafirlah! Engkau akan mendapatykan sahabat-sahabat
Pengganti sahabat-sahabat yang ditinggalkan
Bekerja keraslah karena kelezatan hidup dalam bekerja keras
Saya melihat bahwa air yang tetap di suatu tempat akan busuk
Kalau air mengalir akan bersih dan kalau tidak mengalir akan kotor
Singa kalau tidak keluar dari sarangnya, ia tidak dapat makan
Anak panah yang tidak keluar dari busurnya, ia tidak akan mengena
Matahari kalau tetap, maka seluruh manusia akan marah padanya
Tibir/biji emas seperti tanah saat masih tergeletak ditempatnya
Kayu harum saat di rimba, sama saja dengan kayu lainnya
Kalau kayu harum keluar rimba, sukar sekali mendapatkannya
Tibir kalau keluar dari tempatnya sangat berharga seperti emas
Demikianlah sya’ir dari Imam Syafi’i rahimahullah yang menganjurkan kepada semua orang supaya menyukai pengembaraan, terutama untuk mencari ilmu pengetahuan.

Meninggal Dunia dalam Usia 54 Tahun
Setelah 6 tahun tinggal di Mesir mengembangkan madzhabnya dengan lisan dan tulisan dan sesudah mengarang Kita bar Risalah (dalam ushul fiqih) dan sesudah mengarang Kitab-kitab beliau yang banyak sekali, maka beliau meninggal dunia pulang ke rahmatullahke dalam syurgaNya, janntun na’im. Berkata Rabi’ bin Sulaiman (murid Imam Syafi’i), “Imam Syafi’i rahmatullah alaih bedrpulang ke rahmatullah pada waktu petang sesudah shalat maghrib, pada hari kamis malam Jum’at, akhir bulan Rajab dan kami makamkan beliau pada hari Jum’at dan sorenya kami lihat hilal tanggal 1 bulan Sya’ban 204 Hijriyah. Dalam tarikh Masehi bertepatan dengan tanggal 28 juni 819 M. Raja Mesir pada saat itu juga ikut shalat jenazah beliau.
إِنَّالِلَّهِ وَإِنَّاإِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ

Tamat

No comments:

Post a Comment