Pergi ke Iraq yang ke Tiga
Kali.
Di Mekkah sudah didengar kabar
wafatnya Khalifah Harun ar Rasyid dan telah digantikan oleh Khalifah aI Amin
dan sesudah itu oleh Al Ma’mun. Begitu juga telah meninggal guru-guru Imam
Syafi’i rahimahullah di Iraq, yaitu Abu Yusuf pada tahun 182 H. dan
Muhammad bin Hasan pada tahun 188 H. Hati Imam Syafi’i tergerak kembali hendak
datang ke Bagdad, Ibu Kota dan Pusat Kerajaan Ummat Islam ketika itu, karena di
situ duduknya Khalifah, Amirur Mu’minin.
Beliau tidak lama di Iraq pada
kali itu, tetapi pada kesempatan ini beliau membuat sejarah, yaitu membentuk
madzhab tersendiri yang kemudian dinamakan “MADZHAB SYAFI’I”.
Madzhab Syafi’i yang Pertama.
Abu Abdillah Muhammad bin Idris
as Syafi’i ini setelah ilmunya tinggi dan fahamnya begitu dalam dan tajam,
timbullah inspirasinya untuk berfatwa sendiri mengeluarkan hukum-hukum dari
Quran dan Hadits sesuai dengan “ijtihad”nya sendiri, terlepas dari fatwa-fatwa
gurunya Imam Maliki dan Ulama-ulama Hanafi di Iraq. Hal ini terjadi pada tahun
198 H. yaitu sesudah usia beliau 48 tahun dan sesudah melalui masa belajar
lebih kurang 40 tahun. Beliau telah menghafal al-Quran dan berpuluh ribu hadits
di luar kepala dan juga telah
mendalami tafsir dari ayat suci dan makna hadits-hadits serta pendapat Ulama
yang terdahulu. Beliau berfatwa dengan lisan menurut ijtihadnya (pendapat)
sendiri dan juga mengarangkan kitab-kitab yang berisikan pendapat-pendapatnya
itu. Mula-mula di Iraq beliau mengarang kitab “ar-Risalah”, kitab UshuI Fiqih
yang pertama di dunia, yakni suatu ilmu yang dijadikan pedoman dalam menggali
hukum-hukum Fiqih dari kitab suci al-Quran dan dari hadits Nabi.
Harus dimaklumi bahwa sekalian
fatwa dengan lisan dan tulisan pada ketika Imam syafi’i di Iraq ini dinamakan
‘Al-Qaulul Qadim” (Fatwa lama) sedang fatwa-fatwa yang dikeluarkan sesudah
beliau pindah ke Mesir dinamakan “Al-Qaulul Jadid” fatwa baru). Barangsiapa
yang mempelaiari kitab-kitab Imam Syafi’i rahimahullah atau
kitab-kitab Syafi’iyah dewasa ini, akan berjumpa dengan tulisan-tulisan
al-Qaulul Qadim dan al-Qaulul Jadid itu.
Pindah ke Mesir.
Pada bulan Syawal tahun 198 H.
itu juga, Imam Syafi’i pindah ke Mesir. Kebetulan saja Khalifah al Ma’mun
mengangkat Abbas bin Musa menjadi Wali (Gubernur) Mesir dan mengirimnya ke
Mesir. Imam Syafi’i menumpang dalam kafilah Wali Mesir itu, karena Imam
Syafi’i rahimahullah adalah salah seorang Ulama yang
dihormati, bukan saja oleh rakyat Iraq tetapi juga oleh Khalifah Ma’mun
sendiri. Ketika beliau akan berangkat dari Iraq ke Mesir, banyaklah datang
sahabat-sahabatnya untuk mengucapkan selamat jalan, diantaranya adalah muridnya
yang terkenal dan kemudian dikenal dengan nama Ahmad bin Hanbal (Pembangun
Madzhab Hanbali).
Pada ketika Imam Syafi’i
bersalaman dengan Ahmad bin Hanbal, beliau membaca sebuah sya’ir, begini:
لَقَدْ
أَصْبَحَتْ نَفْسِى تَتُوْقُ إِلَى مِصْرَ,
وَمِنْ دُوْنِهَاأَرْضُ
الْمُهَامَةِ وَالْقَفْرِ
وَوَاللهِ لاَأَدْرِى لِلْعِزِّ وَالْغِنَى,
أُسَاقُ إِلَيْهَاأَمْ أُسَاقُ
إِلَى الْقَبْرِ
” Saya rindu pergI Ke Mesir,
untuk
melihat sungai dan pasir,
untuk
kebesaran atau kekayaan,
ataukah
ini makam pekuburan”
Rupanya Imam Syafi’i rahimahullah sudah
merasa bahwa ia akan wafat dan bermakam buat selama-lamanya di Mesir.
Abbas bin Musa, Gubernur Mesir
meminta agar Imam Syafi’i menginap di rumahnya, tetapi Imam Syafi’i rahimahullah menolak
karena ia ingin tinggal dengan seorang ulama Besar namanya Abdullah bin aI
Hakam seorang ulama yang pernah menjadi muridnya di Madinah pada ketika Imam
syafi’i mendiktekan kitab Al Muwatha’ atas nama Imam Maliki. Beliau tinggal di
rumah Abdullah bin al Hakam sampai tahun 204 Hijriyah.
Imam Syafi’i Suka Mengembara
dalam Rangka Mencari Ilmu Pengetahuan.
Dalam riwayat, Imam Syafi’i rahimahullah suka
mengembara, pindah dari satu negeri ke negeri yang lain, terutama dalam hal
mencari ilmu pengetahuan. Beliau lahir di Gazza, pergi ke Mekkah, pindah ke
Madinah, pindah ke Yaman, pindah ke Iraq dan Syam, ke Mekkah dan ke Irak lagi,
kemudian pindah ke Mesir, wafat dan bermakam di Mesir.
Imam Syafi’i rahimahullah bukan
saja mempraktekkan pindah-pindah tempat itu untuk dirinya sendiri, tetapi juga
beliau menganjurkan bagi siapa saja agar mengadakan pengembaraan dengan
perasaan gembira dan perjalanan keliling, khususnya dalam belajar untuk mencari
ilmu pengetahuan. Beliau pernah berkata dalam sya’ir begini :
مَافِى الْمَقَامِ لِذِى عَقْلٍ
وَذِى أَدَبٍ
مِنْ رَاحَةٍ فَدَعِ الْأَوْطَانَ
وَاغْتَرِبِ
سَافِرْ تَجِدْ
عِوَضًاعَمًّاتُفَارِقُهُ
وَانْصَبْ فَإِنَّ
لَذِيْذَالْعَيْشِ فِى النَّصَبِ
إِنِّى رَأَيْتُ وُقُوْفَ الْمَاءِ
يُفْسِدُهُ
إِنْ سَالَ طَابَ وَإِنْ لَمْ
يَجْرِ لَمْ يَطِبِ
أَلْأُسْدُلَوْلاَفِرَاقُ الْغَابِ
مَاافْتَرَسَتْ
وَالسَّهْمُ لَوْلاَفِرَاقُ
الْقَوْسِ لَمْ يُصِبِ
وَالشَّمْسُ لَوْوَقَفَتْ فِى
الْفُلْكِ دَائِمَةً
لَمَلَّهَاالنَّاسُ مِنْ عُجْمٍ
وَمِنْ عَرَبٍ
وَالتِّبْرُ كَالتُّرْبِ مُلْقًى
فِى أَمَاكِنِهِ
وَالْعُوْدُفِى أَرْضِهِ نَوْعٌ
مِنَ الْحَطَبِ
فَإِنْ تَغَرَّبَ هَذَاعَزَّمَطْلَبُهُ
وَإِنْ تَغَرَّبَ ذَاكَ
غَزَّكَالذَّهَبِ
Tidak
enak bagi orang cerdik pandai tinggal tetap di suatu tempat
Oleh
karena itu tinggalkanlah tanah air dan mengembaralah
Musafirlah!
Engkau akan mendapatykan sahabat-sahabat
Pengganti
sahabat-sahabat yang ditinggalkan
Bekerja
keraslah karena kelezatan hidup dalam bekerja keras
Saya
melihat bahwa air yang tetap di suatu tempat akan busuk
Kalau
air mengalir akan bersih dan kalau tidak mengalir akan kotor
Singa
kalau tidak keluar dari sarangnya, ia tidak dapat makan
Anak
panah yang tidak keluar dari busurnya, ia tidak akan mengena
Matahari
kalau tetap, maka seluruh manusia akan marah padanya
Tibir/biji
emas seperti tanah saat masih tergeletak ditempatnya
Kayu
harum saat di rimba, sama saja dengan kayu lainnya
Kalau
kayu harum keluar rimba, sukar sekali mendapatkannya
Tibir
kalau keluar dari tempatnya sangat berharga seperti emas
Demikianlah sya’ir dari Imam
Syafi’i rahimahullah yang menganjurkan kepada semua orang
supaya menyukai pengembaraan, terutama untuk mencari ilmu pengetahuan.
Meninggal Dunia dalam Usia 54
Tahun
Setelah 6 tahun tinggal di Mesir
mengembangkan madzhabnya dengan lisan dan tulisan dan sesudah mengarang Kita
bar Risalah (dalam ushul fiqih) dan sesudah mengarang Kitab-kitab beliau yang
banyak sekali, maka beliau meninggal dunia pulang ke rahmatullahke dalam
syurgaNya, janntun na’im. Berkata Rabi’ bin Sulaiman (murid Imam Syafi’i),
“Imam Syafi’i rahmatullah alaih bedrpulang ke rahmatullah pada
waktu petang sesudah shalat maghrib, pada hari kamis malam Jum’at, akhir bulan
Rajab dan kami makamkan beliau pada hari Jum’at dan sorenya kami lihat hilal
tanggal 1 bulan Sya’ban 204 Hijriyah. Dalam tarikh Masehi bertepatan dengan
tanggal 28 juni 819 M. Raja Mesir pada saat itu juga ikut shalat jenazah
beliau.
إِنَّالِلَّهِ وَإِنَّاإِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ
Tamat
No comments:
Post a Comment