Posisi sebagai Sumber
Power
Otoritas Formal
Power yang didapat dari otoritas formal kadangkala
disebut dengan legitimate power
(French & Raven, 1959). Otoritas didasarkan pada persepsi tentang
prerogative/hak perseorangan, kewajiban, dan tanggung jawab yang terkait dengan
posisi-posisi tertentu di dalam sebuah organisasi atau sistem sosial. Otoritas
mencakup hak yang dirasa dimiliki dari seorang penghuni posisi untuk
mempengaruhi aspek-aspek spesifik dari perilaku dari penghungi-prnghuni posisi
lainnya. Si agen memiliki hak untuk membuat
jenis-jenis permintaan tertentu, dan orang yang jadi target memiliki
kewajiban untuk mematuhinya. Misalnya, seorang manajer memiliki hak yang
dilegitimasi untuk menentukan aturan kerja, memberikan tugas kerja, dan
mengarahkan perilaku tugas dari para bawahannya.
Davis (1968), Reitz (1977, hal. 468) menyediakan
beberapa contoh dari jenis-jenis pertanyaan yang dapat diajukan tentang cakupan
otoritas pemimpin:
Seorang eksekutif berhak mengharapkan seorang supervisor
bekerja keras dan rajin; apakah dia juga berhak mempengaruhi supervisor
tersebut untuk memata-matai para rivalnya, berlibur ke luar rumah, bergabung
dengan kelompok yang ditemui? Seorang pelatih berhak mengharapkan semua
pemainnya melakukan permainan spesifik; apakah dia juga berhak untuk
mengarahkan gaya
hidup mereka diluar olahraga? Seorang perwira tempur berhak mengharapkan
pasukannya untuk menyerang atas perintahnya; apakah dia juga berhak untuk
mengarahkan mereka untuk mengeksekusi penduduk sipil yang diklaimnya sebagai
mata-mata? Seorang dokter berhak memerintahkan seorang perawat untuk menjenguk
pasien atau mengamati otopsi; apakah dia berhak juga untuk memerintahkan
perawat itu membantu aborsi yang bertentangan dengan kehendak si perawat?
Sumber power lain yang ada di dalam organisasi adalah
control terhadap sumberdaya dan reward/penghargaan. Control ini muncul dari
otoritas formal. Semakin tinggi posisi seseorang di dalam hirarki otoritas
organisasi, maka semakin besar kontrol terhadap sumberdaya langka yang dimiliki
oleh orang tersebut. Eksekutif memiliki lebih banyak kontrol daripada para
manajer menengah, yang pada gilirannya memiliki lebih banyak control daripada
para manajer lini pertama. Para eksekutif
memiliki otoritas untuk membuat keputusan tentang alokasi sumberdaya terhadap
berbagai aktivitas dan sub unit, dan sebagai tambahan, mereka berhak untuk
meninjau dan memodifikasi keputusan alokasi sumberdaya yang dilakukan pada
level-level yang lebih rendah.
Kontrol terhadap Hukuman/Punishment
Sumber power yang lain adalah kontrol terhadap hukuman
dan kapasitas untuk mencegah seseorang mendapatkan penghargaan/hadiah/reward
yang diinginkan. Bentuk power ini kadangkala disebut dengan coercive power (French & Raven,
1959). Sistem otoritas formal pada sebuah organisasi dan tradisi-tradisinya
berurusan dengan penggunaan hukuman serta penggunaan reward. Otoritas pemimpin
terhadap hukuman sangat beragam pada berbagai jenis organisasi.
Kontrol terhadap Informasi
Sumber power penting lainnya adalah control terhadap
informasi. Control ini melibatkan akses seseorang pada informasi vital dan
control terhadap distribusi informasi kepada orang lain (Pettigrew, 1972). Beberapa akses terhadap informasi
dihasilkan dari posisi seseorang di dalam jaringan komunikasi organisasi.
Posisi-posisi manajerial seringkali menyediakan kesempatan untuk mendapatkan
informasi yang tidak secara langsung tersedia bagi bawahan atau rekan
(Mintzberg, 1973, 1983). Posisi-posisi peran batasan menyediakan akses terhadap
informasi penting mengenai peristiwa-peristiwa di dalam lingkungan eksternal
dari sebuah organisasi. Namun, hal ini bukanlah sekedar masalah menduduki
posisi tertentu dan memiliki informasi yang muncul seolah dilakukan dengan cara
ajaib; seseorang harus terlibat secara aktif di dalam menghasilkan jaringan
sumber informasi dan mengumpulkan informasi darinya (Kotter, 1982).
Kontrol Ekologis
Sebuah sumber penting dari
pengaruh pemimpin terhadap perilaku bawahan adalah kontrol terhadap lingkungan
fisik, teknologi, dan organisasi dari kerja. Manipulasi pada kondisi fisik dan
sosial ini memungkinkan seseorang mempengaruhi secara tidak langsung perilaku
orang lain. Bentuk pengaruh ini kadangkala disebut dengan situational engineering.
Atribut Personal sebagai
Sumber Power
Kepakaran
Sumber utama dari power
personal di dalam organisasi adalah kepakaran dalam memecahkan masalah dan
melakukan tugas-tugas penting. Bentuk power ini seringkali disebut dengan expert power (French & Raven, 1959).
Kepakaran adalah sumber power untuk seseorang hanya jika orang lain tergantung
pada orang tersebut untuk saran atau bantuan yang dibutuhkan. Semakin penting
permasalahan atau tugas yang dihadapi oleh orang target, maka semakin besar
power yang didapat karena memiliki kepakaran yang dibutuhkan. Ketergantungan
adalah yang terbesar jika orang target tersebut kekurangan kepakaran yang
dibutuhkan dan tidak dapat dengan mudah menemukan orang lain yang cocok selain
si agen (Patchen, 1974; Hickson, Hinings, Lee, Schneck & Pennings, 1971).
Pertemanan dan Loyalitas
Sumber power lainnya yang
penting adalah keinginan dari orang lain untuk menyenangkan sesorang yang
sangat disukai. Bentuk power ini kadangkala disebut dengan referent power (French
& Raven, 1959). Orang yang merasakan pertemanan / persahabatan atau
loyalitas yang mendalam terhadap seseorang biasanya bersedia melakukan hal-hal
khusus bagi orang tersebut. Lebih lanjut, orang cenderung meniru perilaku dari
seseorang yang sangat dikagumi, dan mereka cenderung mengembangkan sikap seripa
dengan yang diwujudkan oleh orang yang dikagumi tersebut.
Karisma
Belumlah jelas apakah karisma
personal dipahami dengan paling baik sebagai sebuah variasi dari referent power
atau sebagai bentuk berbeda dari power. Para pengikut mengidentifikasi pada
seorang pemimpin yang karismatik dan berpengalaman sebuah daya tarik emosional
pada seorang pemimpin. Proses identifikasi biasanya lebih cepat dan lebih
intens daripada untuk seorang pemimpin yang bersahabat tapi tidak karismatik.
Atribut dari para pemimpin karismatik tidaklah dipahami dengan baik, tapi
tampaknya mencakup kualitas-kualitas seperti magnetisme personal, sebuah sikap
persuasif yang dramatik dari gaya bicara, antusiasme yang kuat, dan keyakinan
yang kuat (Berlew, 1974; House, 1977).
No comments:
Post a Comment