Tuesday 5 April 2016

Kepemimpinan dalam Organisasi: Sumber Power dan Pengaruh (Bag. 5)



Proses-proses Politik untuk Mendapatkan Pengaruh
Tindakan / aksi politis adalah sebuah proses pervasif di dalam organisasi yang melibatkan usaha-usaha dari para anggota organisasi tersebut untuk meningkatkan power mereka atau untuk melindungi sumber power mereka yang sudah ada. Tindakan politis dapat dilakukan oleh sub-unit atau koalisi organisasional serta para manajer individual. Meskipun sumber utama dari power politis biasanya adalah otoritas, kontrol terhadap sumberdaya, atau kontrol terhadap informasi, power politis melibatkan proses-proses pengaruh yang merubah dan membesarkan basis awal dari power dengan cara-cara yang unik (Pfeffer, 1981). Sebuah proses politis yang disebut dengan institusionalisasi akan dibahas lebih lanjut di dalam bab ini. Bentuk-bentuk lain dari power politik termasuk mendapatkan kontrol terhadap proses-proses keputusan, membentuk koalisi, dan memilih kritikus dan lawan.

Kontrol terhadap Proses Keputusan
Banyak tindakan politis yang dirancang untuk mendapatkan pengaruh terhadap keputusan-keputusan penting, seperti alokasi sumberdaya langka atau pengembangan rencana dan kebijakan. Salah satu cara untuk sub-unit organisasional guna mempengaruhi keputusan-keputusan penting adalah dengan menempatkan perwakilannya ke dalam posisi-posisi penting dari otoritas di dalam organisasi, seperti misalnya posisi-posisi administratif puncak atau lembaga-lembaga keputusan yang membuat keputusan-keputusan kunci. Di dalam beberapa kasus, dimungkinkan untuk menciptakan posisi-posisi baru atau komite yang akan dikendalikan oleh koalisi atau sub-unit-nya.

Koalisi
Koalisi tidak terbatas pada pihak-pihak di dalam organisais. Kadangkala dibentuk dengan pihak luar. Cukup untuk untuk sebuah unit yang memperluas batasan, seperti misalnya departemen pemasaran atau pembelian/purchasing, untuk membentuk sebuah aliansi dengan klien atau suplier. Misalnya, departemen pembelian dari sebuah perusahaan meminta beberapa vendor-nya untuk melobi manajemen puncak guna mempertahankan prosedur pembelian/pemerolehan yang sudah ada dan mencegah departemen produksi mendapatkan otoritas terhadap keputusan pembelian/pemerolehan. Para vendor mendukung departemen pembelian karena mereka takut kehilangan permintaan jika kontrol bergeser kepada departemen produksi (Pfeffer, 1981).

Ko-optasi
Kooptasi adalah sebuah bentuk aksi politis yang tampaknya adalah variasi dari partisipasi. Tujuan dari kooptasi adalah untuk meruntuhkan oposisi yang ada terhadap kebijakan atau proyek yang dilakukan oleh sebuah kelompok atau faksi yang dukungannya dibutuhkan. Anggota kelompok yang berpengaruh pun diundang untuk bergabung dalam sebuah komite, dewan, atau dewan pengurus untuk mengambil keputusan-keputusan tentang kebijakan atau proyek. Perubahan yang diinginkan di dalam sikap mungkin terjadi sebagai hasil dari pemerolehan peranan baru dan berpartisipasi di dalam pengambilan keputusan yang menyediakan sudut pandang baru dan pemahaman baru tentang permasalahan. Sikap-sikap baru pun diperkuat dengan pemberian penghargaan pada orang yang dipilih untuk mendukung secara publik kebijakan atau proyek yang tengah dipermasalahkan. Penghargaan ini dapat melibatkan peningkatan status, gaji yang lebih besar, atau tanggungan ongkos (Pfeffer, 1981).

Teori Pertukaran Sosial
Power  bukanlah sebuah kondisi statis, dan hal ini berubah seiring waktu. Teori pertukaran sosial berusaha untuk menjelaskan bagaimana power diperoleh dan hilang sebagai proses pengaruh timbal balik yang terjadi sepanjang waktu antar individual sebagai dasar untuk menjelaskan perilaku sosial yang kompleks di dalam kelompok. Bentuk yang paling mendasar dari interaksi sosial adalah sebuah pertukaran manfaat atau bantuan, yang mengarah pada daya tarik mutual ketika diulangi sepanjang waktu. Pertukaran sosial dapat mencakup tidak hanya manfaat material tapi juga manfaat psikologis seperti pernyataan persetujuan, rasa hormat, rasa percaya diri, dan perhatian. Individual belajar terlibat di dalam pertukaran sosial sejak awal masa kanak-kanak, dan mengembangkan harapan-harapan tentang ke-timbal-balikkan dan persamaan di dalam pertukaran-pertukaran tersebut.

Para Pemimpin yang Muncul di dalam Kelompok-Kelompok Kecil
Ketika seorang pemimpin yang baru muncul membuat proposal-proposal inovatif yang terbukti sukses, kepercayaan kelompok terhadap kepakaran orang tersebut pun dikonfirmasi, dan bahkan status dan pengaruh lebih dapat diselaraskan pada orang tersebut. Pada sisi lain, jika proposal yang diajukan oleh si pemimpin tersebut ternyata gagal, maka pengertian hubungan pertukaran mungkin sekali akan dinilai ulang oleh kelompok. Efek negatif nya jauh lebih besar ketika kegagalan tampak disebabkan oleh pertimbangan yang buruk atau ketidakmampuan daripada keadaan yang berada diluar kemampuan kendali si pemimpin.
Para Pemimpin Formal
Proses pertukaran dimana para pemimpin mendapatkan pengaruh dari demonstrasi yang berulang tentang kepakaran dan loyalitas kemungkinan sama untuk semua pemimpin formal di dalam organisasi besar seperti halnya untuk pemimpin baru di dalam kelompok kecil. Otoritas dan power posisi yang muncul bersama dengan posisi administratif membuat para pemimpin formal tidak begitu bergantung pada evaluasi bawahan terhadap kompetensinya, dan bahkan pemimpin yang tidak kompeten dapat tetap berurat akar di dalam sebuah posisi administratif untuk waktu yang lama, disebabkan oleh kontrak kerja yang menguntungkan atau jangka panjang kantor (jika tidak ada ketetapan recall/ pemanggilan-kembali).

Batasan-batasan Teori Pertukaran Sosial
Teori-teori pertukaran sosial lebih bersifat deskriptif daripada preskriptif. Teori-teori tersebut menjelaskan bagaimana hubungan terbentuk dan power diperoleh atau hilang, tapi teori-teori tersebut tidak menyediakan panduan spesifik bagi para pemimpin mengenai bagaimana mendapatkan power, atau bagaimana untuk menerapkannya secara efektif. Fokus dari teori pertukaran sosial adalah sebagian besar pada power pakar dan ortoritas, dan bentuk-bentuk lain dari power tidak menerima perhatian yang cukup.

Perubahan Organisasional dan Power
Teori Kontingensi / kesatuan Strategis
Hickson et al. (1971) mengajukan teori kontingensi strategis tentang power intraorganisasional. Teori tersebut menyatakan bahwa power tergantung pada tiga karakteristik dari sebuah sub-unit organisasional: (1) skill dalam menghadapi masalah penting, (2) sentralitas fungsi di dalam alur kerja, dan (3) tingkat dimana kepakaran adalah sesuatu yang unik atau dapat digantikan.



Power Politis dan Model Kontingensi Strategis
Pfaffer dan Salancik mengajukan bahwa power politik adalah penjelasan utama mengapa beberapa pihak tidak mampu mempertahankan power bahkan setelah kepakaran mereka tidak lagi menjadi hal yang kritis bagi organisasi. Pihak-pihak yang telah memperoleh power pun menggunakannya untuk melindungi dan meningkatkan powernya dalam sebuah proses yang disebut dengan ”institusionalisasi”. Ambiguitas mengenai sifat dari lingkungan dan bagaimana perubahannya menyediakan sebuah kesempatan bagi para eksekutif puncak untuk mengartikan peristiwa-peristiwa dalam cara yang bias, untuk membesarkan pentingnya kepakaran mereka, dan untuk membenarkan kebijakan mereka. Kontrol terhadap distribusi informasi mengenai seberapa bagus organisasi tersebut berkerja memungkinkan para eksekutif puncak untuk membesar-besarkan keberhasilan dari keputusan-keputusan yang telah diambil di masa lalu dan menutupi kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan. Power dari koalisi dominan dapat digunakan untuk menyangkal kesempatan dan sumberdaya lain yang dibutuhkan untuk menunjukkan kepakaran superior mereka, dan dalam kasus-kasus ekstrim, untuk mengeluarkan rival-rival politik dari organisasi. Proses institusionalisasi jauh lebih sukses ketika terdapat konsensus di dalam koalisi dominan tentang cara terbaik untuk berhadapan dengan lingkungan.

No comments:

Post a Comment