Proses-proses Politik untuk Mendapatkan Pengaruh
Tindakan / aksi politis adalah
sebuah proses pervasif di dalam organisasi yang melibatkan usaha-usaha dari
para anggota organisasi tersebut untuk meningkatkan power mereka atau untuk
melindungi sumber power mereka yang sudah ada. Tindakan politis dapat dilakukan
oleh sub-unit atau koalisi organisasional serta para manajer individual.
Meskipun sumber utama dari power politis biasanya adalah otoritas, kontrol
terhadap sumberdaya, atau kontrol terhadap informasi, power politis melibatkan
proses-proses pengaruh yang merubah dan membesarkan basis awal dari power
dengan cara-cara yang unik (Pfeffer, 1981). Sebuah proses politis yang disebut
dengan institusionalisasi akan dibahas lebih lanjut di dalam bab ini.
Bentuk-bentuk lain dari power politik termasuk mendapatkan kontrol terhadap
proses-proses keputusan, membentuk koalisi, dan memilih kritikus dan lawan.
Kontrol terhadap Proses Keputusan
Banyak tindakan politis yang
dirancang untuk mendapatkan pengaruh terhadap keputusan-keputusan penting,
seperti alokasi sumberdaya langka atau pengembangan rencana dan kebijakan.
Salah satu cara untuk sub-unit organisasional guna mempengaruhi
keputusan-keputusan penting adalah dengan menempatkan perwakilannya ke dalam
posisi-posisi penting dari otoritas di dalam organisasi, seperti misalnya
posisi-posisi administratif puncak atau lembaga-lembaga keputusan yang membuat
keputusan-keputusan kunci. Di dalam beberapa kasus, dimungkinkan untuk
menciptakan posisi-posisi baru atau komite yang akan dikendalikan oleh koalisi
atau sub-unit-nya.
Koalisi
Koalisi tidak terbatas pada
pihak-pihak di dalam organisais. Kadangkala dibentuk dengan pihak luar. Cukup
untuk untuk sebuah unit yang memperluas batasan, seperti misalnya departemen
pemasaran atau pembelian/purchasing, untuk membentuk sebuah aliansi dengan
klien atau suplier. Misalnya, departemen pembelian dari sebuah perusahaan
meminta beberapa vendor-nya untuk melobi manajemen puncak guna mempertahankan
prosedur pembelian/pemerolehan yang sudah ada dan mencegah departemen produksi
mendapatkan otoritas terhadap keputusan pembelian/pemerolehan. Para vendor
mendukung departemen pembelian karena mereka takut kehilangan permintaan jika
kontrol bergeser kepada departemen produksi (Pfeffer, 1981).
Ko-optasi
Kooptasi adalah sebuah bentuk
aksi politis yang tampaknya adalah variasi dari partisipasi. Tujuan dari
kooptasi adalah untuk meruntuhkan oposisi yang ada terhadap kebijakan atau
proyek yang dilakukan oleh sebuah kelompok atau faksi yang dukungannya
dibutuhkan. Anggota kelompok yang berpengaruh pun diundang untuk bergabung
dalam sebuah komite, dewan, atau dewan pengurus untuk mengambil
keputusan-keputusan tentang kebijakan atau proyek. Perubahan yang diinginkan di
dalam sikap mungkin terjadi sebagai hasil dari pemerolehan peranan baru dan
berpartisipasi di dalam pengambilan keputusan yang menyediakan sudut pandang
baru dan pemahaman baru tentang permasalahan. Sikap-sikap baru pun diperkuat
dengan pemberian penghargaan pada orang yang dipilih untuk mendukung secara
publik kebijakan atau proyek yang tengah dipermasalahkan. Penghargaan ini dapat
melibatkan peningkatan status, gaji yang lebih besar, atau tanggungan ongkos
(Pfeffer, 1981).
Teori Pertukaran Sosial
Power bukanlah sebuah kondisi statis, dan hal ini
berubah seiring waktu. Teori pertukaran sosial berusaha untuk menjelaskan
bagaimana power diperoleh dan hilang sebagai proses pengaruh timbal balik yang
terjadi sepanjang waktu antar individual sebagai dasar untuk menjelaskan
perilaku sosial yang kompleks di dalam kelompok. Bentuk yang paling mendasar
dari interaksi sosial adalah sebuah pertukaran manfaat atau bantuan, yang
mengarah pada daya tarik mutual ketika diulangi sepanjang waktu. Pertukaran
sosial dapat mencakup tidak hanya manfaat material tapi juga manfaat psikologis
seperti pernyataan persetujuan, rasa hormat, rasa percaya diri, dan perhatian.
Individual belajar terlibat di dalam pertukaran sosial sejak awal masa
kanak-kanak, dan mengembangkan harapan-harapan tentang ke-timbal-balikkan dan
persamaan di dalam pertukaran-pertukaran tersebut.
Para Pemimpin yang Muncul di dalam Kelompok-Kelompok Kecil
Ketika seorang pemimpin yang
baru muncul membuat proposal-proposal inovatif yang terbukti sukses,
kepercayaan kelompok terhadap kepakaran orang tersebut pun dikonfirmasi, dan
bahkan status dan pengaruh lebih dapat diselaraskan pada orang tersebut. Pada
sisi lain, jika proposal yang diajukan oleh si pemimpin tersebut ternyata
gagal, maka pengertian hubungan pertukaran mungkin sekali akan dinilai ulang
oleh kelompok. Efek negatif nya jauh lebih besar ketika kegagalan tampak
disebabkan oleh pertimbangan yang buruk atau ketidakmampuan daripada keadaan
yang berada diluar kemampuan kendali si pemimpin.
Para Pemimpin Formal
Proses pertukaran dimana para
pemimpin mendapatkan pengaruh dari demonstrasi yang berulang tentang kepakaran
dan loyalitas kemungkinan sama untuk semua pemimpin formal di dalam organisasi
besar seperti halnya untuk pemimpin baru di dalam kelompok kecil. Otoritas dan
power posisi yang muncul bersama dengan posisi administratif membuat para
pemimpin formal tidak begitu bergantung pada evaluasi bawahan terhadap
kompetensinya, dan bahkan pemimpin yang tidak kompeten dapat tetap berurat akar
di dalam sebuah posisi administratif untuk waktu yang lama, disebabkan oleh
kontrak kerja yang menguntungkan atau jangka panjang kantor (jika tidak ada
ketetapan recall/ pemanggilan-kembali).
Batasan-batasan Teori Pertukaran Sosial
Teori-teori pertukaran sosial
lebih bersifat deskriptif daripada preskriptif. Teori-teori tersebut
menjelaskan bagaimana hubungan terbentuk dan power diperoleh atau hilang, tapi
teori-teori tersebut tidak menyediakan panduan spesifik bagi para pemimpin
mengenai bagaimana mendapatkan power, atau bagaimana untuk menerapkannya secara
efektif. Fokus dari teori pertukaran sosial adalah sebagian besar pada power
pakar dan ortoritas, dan bentuk-bentuk lain dari power tidak menerima perhatian
yang cukup.
Perubahan Organisasional dan Power
Teori Kontingensi / kesatuan Strategis
Hickson et al. (1971) mengajukan
teori kontingensi strategis tentang power intraorganisasional. Teori tersebut
menyatakan bahwa power tergantung pada tiga karakteristik dari sebuah sub-unit
organisasional: (1) skill dalam menghadapi masalah penting, (2) sentralitas
fungsi di dalam alur kerja, dan (3) tingkat dimana kepakaran adalah sesuatu
yang unik atau dapat digantikan.
Power Politis dan Model Kontingensi Strategis
Pfaffer dan Salancik
mengajukan bahwa power politik adalah penjelasan utama mengapa beberapa pihak
tidak mampu mempertahankan power bahkan setelah kepakaran mereka tidak lagi
menjadi hal yang kritis bagi organisasi. Pihak-pihak yang telah memperoleh
power pun menggunakannya untuk melindungi dan meningkatkan powernya dalam
sebuah proses yang disebut dengan ”institusionalisasi”. Ambiguitas mengenai
sifat dari lingkungan dan bagaimana perubahannya menyediakan sebuah kesempatan
bagi para eksekutif puncak untuk mengartikan peristiwa-peristiwa dalam cara
yang bias, untuk membesarkan pentingnya kepakaran mereka, dan untuk membenarkan
kebijakan mereka. Kontrol terhadap distribusi informasi mengenai seberapa bagus
organisasi tersebut berkerja memungkinkan para eksekutif puncak untuk
membesar-besarkan keberhasilan dari keputusan-keputusan yang telah diambil di
masa lalu dan menutupi kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan. Power dari
koalisi dominan dapat digunakan untuk menyangkal kesempatan dan sumberdaya lain
yang dibutuhkan untuk menunjukkan kepakaran superior mereka, dan dalam
kasus-kasus ekstrim, untuk mengeluarkan rival-rival politik dari organisasi.
Proses institusionalisasi jauh lebih sukses ketika terdapat konsensus di dalam
koalisi dominan tentang cara terbaik untuk berhadapan dengan lingkungan.
No comments:
Post a Comment