Wednesday 29 June 2011

Problem Based Learning

Definisi Operasional PBL
1) Pertama para siswa diberikan sebuah permasalahan
2) Para siswa membahas permasalahan dalam kelompok kecil tutorial [pengajaran tambahan] PBL. Kejelasan fakta-fakta dari kasus. Mereka mengidentifikasi apa permasalahannya. Ide-ide brainstorm didasarkan pada pengetahuan utama. Mereka mengidentifikasi apa yang mereka perlu pelajari untuk mengatasi permasalahan, apa yang mereka tidak ketahui (isu-isu pembelajaran). Mereka melakukan pemikiran untuk mengatasi permasalahan. Mereka menentukan rencana tindakan untuk mengatasi masalah.

3) Para siswa terlibat di dalam studi independen pada isu-isu pembelajaran mereka diluar tutorial. Hal ini dapat mencakup: perpustakaan, basis data, web, sumberdaya manusia dan pengamatan.
4) Mereka kembali tutorial(-tutorial) PBL berbagi informasi, pengajaran teman-sejawat dan bekerjasama mengatasi permasalahan
5) Mereka menyajikan solusi-solusi mereka untuk permasalahan
6) Mereka mengulas apa yang telah mereka pelajari dari mengatasi masalah. Semua orang yang berpartisipasi di dalam proses terlibat di dalam tinjauan diri, teman-sejawat dan tutor/pengajar dari proses PBL dan refleksi-refleksi pada tiap kontribusi orang/pribadi terhadap proses tersebut.
Ketika memulai sebuah inisiatif PBL adalah penting untuk memiliki definisi titik awal tentang PBL. Namun akan menjadi bertenangan dalam pengertian/istilah untuk tidak mengancam PBL itu sendiri sebagai sebuah permasalahan (Barret 2001) dan saya akan mendorong orang-orang untuk mendefinisikan ulang apa arti PBL di dalam konteks-konteks spesifik. Studi-studi kasus PBL di dalam buku panduan ini memiliki elemen-elemen umum tapi juga elemen-elemen lain yang dikembangkan dalam kaitan dengan kebutuhan disiplin dan organisasional, hambatan-hambatan lokal dan pemikiran kritis dan kreatif dari para perancang kurikulum.

Tutorial-tutorial PBL
Para siswa bekerja mengatasi persoalan-persoalan di dalam tutorial-tutorial PBL. Di dalam sebuah tutorial PBL sebuah kelompok kecil siswa (biasanya 5-8) bekerja bersama-sama mengatasi masalah. Seringkali ada seorang tutor per kelompok. Jika hal ini tidak mungkin maka ada tutor(-tutor) keliling. Peranan dari tutor tidaklah memberikan informasi atau ceramah-mini pada permasalahan tapi malahan memfasilitasi proses PBL dan pemikiran siswa terhadap masalah. Berbagai siswa yang berbeda bertindak sebagai pimpinan, pencatat/penulis, pencatat-waktu dan pembaca masalah/soal. Kadangkala para siswa memutuskan untuk menetapkan peranan tambahan lainnya, seperti editor presentasi.
Model lain untuk perancah proses PBL adalah pendekatan seven jump.

Pendekatan Seven Jump
1. Menglarifikasi sejumlah konsep dan istilah yang tidak diketahui di dalam deskripsi masalah
2. Mendefinisikan permasalahan: yaitu daftar fenomena yang harus dijelaskan
3. Menganalisis permasalahan: “brainstorm”: mencoba untuk menghasilkan berbagai penjelasan berbeda untuk fenomena sedapat mungkin. Menggunakan pengetahuan yang ada dan akal sehat
4. Mengritik penjelasna-penjelasan yang diberikan dan mencoba untuk menghasilkan sebuah deskripsi koheren dari proses-proses tersebut yang, menurut apa yang anda pikir, mendasari fenomena tersebut
5. Merumuskan isu-isu pembelajaran untuk SDL (self-directed learning)
6. Mengisi celah-celah di dalam pengetahuan anda melalui self-study/studi-diri
7. Berbagi temuan-temuan anda dengan kelompok anda dan mencoba untuk mengintegrasikan pengetahuan yang didapat ke dalam sebuah penjelasan komprehensif tentang fenomena tersebut. Periksa apakah anda cukup mengetahui.
(Schmidt dan Moust, 2000: 23)
Berikut ini kutipan-kutipan yang mencerminkan dia perspektif para tutor PBL tentang model-model untuk tutorial-tutorial PBL
Selalu ada pembelajaran independen tapi PBL meletakkan proses padanya. Ini membuat mereka memikirkan bagaimana cara berpikir. Ada level metakognitif.
Ini adalah sebuah struktur tapi anda punya banyak kebebasan. Ini sebuah struktur ringgan, perancah/tangga.

Cara-cara untuk menjadi seorang fasilitator PBL yang hebat
• Menarik dan antusias
• Tidak menceramahi
• Sabar menghadapi kesunyian/sikap diam
• Buat para siswa berbicara satu sama lain tidak dengan anda
• Pastikan kelompok sepakat akan isu-isu pembelajaran sebelum kelompok diakhiri
• Mengajukan pemakaian sumberdaya informasi saat ini yang akurat ketika siswa meneliti isu-isu pembelajarannya
• Ingat hasil-hasil pembelajaran dari kasus dan kursus
• Tetapkan lingkungan pembelajaran yang bagus untuk kelompok
• Jadilah diri anda sendiri

Prinsip-prinsip filosofis yang menyokong Pembelajaran berbasis-Permasalahan
Saya sepakat bahwa PBL pada dasarnya adalah sebuah posisi filosofis dalam kaitan dengan pengetahuan dalam pendidikan tinggi, (Margeston, 1997) dan dengan penambahan bahwa “tidak ada yang sepraktis teori yang bagus.” (Lewin, 1943: 35). Untuk dua alasan ini, saya berpendapat bahwa adalah penting untuk memahami dan mengembangkan prinsip-prinsip filosofis yang menyokong PBL. Hal ini membantu kita untuk membahas pertanyaan-pertanyaan penting “Apakah pembelajaran di dalam pendidikan tinggi?” “Apakah pengajaran di dalam pendidikan tinggi?” “Apa itu PBL?” “Mengapa kita menggunakan PBL?” “Apa peran saya sebagai seorang akademisi di dalam PBL?” “Apa peranan siswa di dalam PBL?” Jika anda terlalu disibukkan oleh hal-hal remehnya, anda akan gagal menyadari hal pentingnya, yang dalam kasus PBL adalah filosofi-filosofi PBL. Ini adalah pertanyaan-pertanyaan menantang bagi para anggota tim yang memulai inisiatif PBL untuk bertanya pada diri mereka sendiri.
Saya berpendapat bahwa sumbangsih utama Margeston adalah elaborasinya akan filosofi post-modern dari PBL. Margeston (1997) menyoroti bahwa PBL tidaklah sekedar teknik pendidikan superfisial, tapi malahan sebuah posisi filosofis mendalam dalam kaitan dengan pengetahuan, pemahaman dan pendidikan. Posisi filosofisnya yang menyokong PBL adalah:
Sebuah konsepsi pengetahuan, pemahaman dan pendidikan yang sangat berbeda dari konsepsi-konsepsi yang lebih umum yang mendasari pembelajaran berbasis subjek. Perbedaan dapat dilihat di dalam ide tentang kepakaran / expertise. (Margeston, 1997: 37-38).

Apa yang dilakukan individu di dalam PBL?
Siswa individual di dalam PBL memiliki peran aktif dalam pembelajaran. PBL mengharuskan para siswa untuk memiliki tanggungjawab untuk pembelajaran mereka sendiri dengan mengidentifikasi kebutuhan dan isu pembelajaran.
Menurut Schmidt dan Moust, siswa mengalami perkembangan melalui serangkaian langkah, “The Seven Jump”, selama proses PBL.
1. Mengklarifikasi konsep dan istilah yang tidak diketahui di dalam deskripsi masalah.
2. Mendefinisikan permasalahan. Mendaftar fenomena atau even yang harus dijelaskan.
3. Menganalisis permasalahan. Langkah 1. Brainstorm. Coba untuk menghasilkan sebanyak mungkin penjelasan untuk fenomena tersebut yang dapat anda pikirkan. Gunakan pengetahuan sebelumnya dan akal sehat. [hasil siswa – aktiviasi dari pengetahuan sebelumnya, elaborasi, restrukturisasi informasi, organisasi informasi, motivasi intrinsik].
4. Analisis masalah. Langkah 2. Bahas. Mengkritik penjelasan yang diajukan dan mencoba untuk menghasilkan sebuah deskripsi koheren dari proses tersebut bahwa, menurut apa yang anda pikirkan, mendasari fenomena atau even.
5. Merumuskan isu-isu pembelajaran untuk pembelajaran arahan-sendiri.
6. Mengisi celah-celah di dalam pengetahuan anda melalui studi-diri.
7. Berbagi temuan-temuan anda dengan kelompok anda dan mencoba untuk mengintegrasikan pengetahuan yang didapat ke dalam sebuah penjelasan komprehensif untuk fenomana atau even/peristiwa. Periksa apakah anda cukup tahu.
Proyek yang disponsori NASA, The Classroom of the Future, menggunakan PBL di dalam kurikulumnya. Proyek ini menawarkan aktivitas-aktivitas siap kelas untuk para guru untuk digunakan pada berbagai tingkat kelas. Proyek ini menyediakan panduan untuk para guru dan siswa guna membantu mereka menyesuaikan dan menggunakan kurikulum PBL.
Di dalam panduan untuk siswa, proyek ini menunjukkan langkah-langkah pemecahan masalah serupa:
1. Baca dan analisis skenario permasalahan.
2. Daftar/urutkan apa yang diketahui.
3. Kembangkan pernyataan permasalahan yang mendeskripsikan apa yang mencoba untuk dipecahkan, dihasilkan, dijawab, atau ditemukan oleh kelompok.
4. Daftar/urutkan apa yang perlu diketahui oleh kelompok.
5. Daftar/urutkan tindakan-tindakan yang mungkin.
6. Analisis informasi.
7. Sajikan temuan-temuan.

Teori dibalik PBL
PBL dapat diajarkan sebagai sebuah kombiunasi dari teori-teori konstruktivis kognitif dan sosial, seperti yang telah dikembangkan oleh Piaget dan Vygotsky, secara berurutan. Poin-poin utama dari tiap teori ini ditunjukkan di dalam tabel berikut.
Konstruktivisme Kognitif (Piaget) Konstruktivisme Sosial (Vygotsky)
MIND / PIKIRAN adalah kepalanya; fokus pada reorganisasi kognitif MIND/PIKIRAN adalah transaksi-transaksi sosial dam muncul dari akulturasi ke dalam sebuah komunitas praktik
BAHAN MENTAH; menggunakan data primer, “manipulatif”, atau materi interaktif lainnya PERMASALAHAN OTENTIK; lingkungan pembelajaran mencerminkan kompleksitas dunia-nyata
OTONOMI SISWA; tanggung jawab pembelajaran dan pemikiran pada tangan siswa untuk mengembangkan kepemilikan PILIHAN TIM DAN KEPENTINGAN UMUM; dibangun pada kepentingan umum dan pengalaman-pengalaman di dalam kelompok pembelajaran, dan memberikan beberapa pilihan kepada kelompok tersebut; aktivitas pembelajaran adalah “relevan, bermakna, dan berorientasi produk dan proses”
KEBERMAKNAAN DAN MOTIVASI PERSONAL; pembelajaran terkait pada pengalaman-pengalaman dan ide-ide personal DIALOG SOSIAL DAN ELABORASI; pemakaian aktivitas-aktivitas dengan solusi-solusi jamak, ketidakpastian, kebaruan, dll., dialog yang menantang, berbagi ide, dll.; mendorong elaboasi siswa/justifikasi untuk respon-respon mereka melalui diskusi-diskusi, pertanyaan, prsentasi kelompok
ORGANISASI KONSEPTUAL/PENGERANGKAAN KOGNITIF; informasi diorganisir disekitar konsep-konsep, masalah-masalah, pertanyaan-pertanyaan, tema-tema, hubungan timbal-balik; aktivitas-aktivitas dikerangka di dalam terminologi terkait-pemikiran PEMROSESAN DAN REFLEKSI KELOMPOK; mendorong kelompok untuk memroses pengalaman-pengalaman
PENGETAHUAN AWAL DAN SALAH-KONSEPSI dibangun diatas pengetahuan awal/sebelumnya dan membahas salah-konsepsi PENJELASAN, DUKUNGAN & DEMONSTRASI GURU mendemonstrasikan permasalahan, langkah-langkah dan menyediakan petunjuk-petunjuk, anjuran-anjuran, isyarat-isyarat, dan klarifikasi-klarifikasi saat dibutuhkan
PERTANYAAN; mengajukan penyelidikan individual dengan pertanyaan open-ended/terbuka; mendorong perilaku mengajukan-pertanyaan SUDUT PANDANG JAMAK; memakai beragam cara untuk memahami sebuah permasalahan; membangun audiens diluar instruktur

Apakah Problem-Based Learning/Pembelajaran Berbasis-Masalah (PBL)?
Problem-Based Learning (PBL) adalah sebuah pendekatan yang menantang para siswa untuk belajar melalui keterlibatan di dalam sebuah masalah nyata. Ini adalah sebuah format yang secara simultan mengembangkan strategi-strategi pemecahan masalah dan keahlian-keahlian/skills dan basis-basis pengetahuan disipliner dengan menempatkan para siswa di dalam peran aktif dari para pemecah-masalah yang dihadapkan dengan sebuah situasi yang disusun-dengan-buruk yang mensimulasikan jenis massalah-masalah yang mungkin sekali mereka hadapi sebagai para manajer masa depan di dalam organisasi-organisasi kompleks.
Problem-based learning adalah berpusat-siswa. PBL melakukan pergeseran fundamental—dari sebuah fokus pada pengajaran kepada sebuah fokus pada pembelajaran. Prosesnya bertujuan pada penggunaan power/kekuatan dari pemecahan masalah otentik untuk melibatkan pada siswa dan meningkatkan pembelajaran dan motivasi mereka. Ada beberapa aspek unik yang mendefinisikan pendekatan PBL:
• Pembelajaran mengambil tempat di dalam konteks dari tugas-tugas otentik, isu-isu, dan permasalahan-permasalahan—yang digabungkan dengan masalah-masalah dunia-nyata.
• Di dalam kursus PBL, para siswa dan instruktur menjadi colearners / ko-pelajar, coplanners/ko-perencana, coproducers/ko-produser dan coevaluator/ko-evaluator ketika mereka mendesain, menerapkan, dan terus-menerus memerbaiki kurikulum mereka.
• Pendekatan PBL didasarkan pada penelitian akademik solid tentang pembelajaran dan pada praktik-praktik terbaik yang memromosikannya. Pendekatan ini menstimulasi para siswa untuk bertanggungjawab atas pembelajaran mereka sendiri, karena ada beberapa ceramah, tidak ada rangkaian terstruktur pada bacaan-bacaan yang diberikan, dan seterusnya.
• PBL adalah unik dimana hal ini menggunakan kolaborasi diantara para siswa, menekankan pengembangkan skill pemecahan masalah di dalam konteks praktik profesional, memromosikan penjelasan efektif dan pembelajaran arahan-sendiri / self-directed learning, dan ditujukan pada peningkatan motivasi untuk pembelajaran sepanjang-hidup.
Pembelajaran berbasis-masalah dimulai dengan pengenalan dari sebuah permasalahan yang disusun dengan buruk dimana semua pembelajaran dipusatkan. Masalah tersebut adalah masalah yang mungkin akan dihadapi oleh para siswa MBA sebagai para profesional masa depan. Keahlian/expertise dikembangkan dengan keterlibatan di dalam pemecahan masalah progresif. Maka, masalah-masalah mendorong organisasi dan dinamika kursus. Para siswa MBA, secara individual dan secara kolektif, memiliki tanggungjawab utama untuk pembelajaran dan instruksi mereka sendiri. Sebagian besar pembelajaran terjadi di dalam kelompok-kelompok kecil daripada di dalam ceramah-ceramah. Sebagai guru, peranan saya berubah dari “guru diatas panggung” menjadi “pendamping di sisi”. Peran saya mirip seperti seorang fasilitator dan melatih pembelajaran siswa, kadangkala bertindak sebagai nara-sumber, daripada sebagai pemilik-pengetahuan dan disseminator/penyebar-pengetahuan. Hal serupa, peranan anda, sebagai seorang siswa, adalah lebih aktif, ketika anda terlibat sebagai seorang penyelesai-masalah, pengambil keputusan, dan pembuat-makna, daripada menjadi sekedar pendengar pasif dan pencatat.

Mengapa PBL?
Praktik-praktik pendidikan tradisional, mulai dari taman kanak-kanak sampai kuliah, cenderung menghasilkan para siswa yang seringkali tidak berminat dan bosan dengan pendidikan mereka. Mereka dihadapkan pada sejumlah besar informasi yang harus diingat, yang sebagian besar darinya tampaknya tidak relevan dengan dunia yang ada diluar sekolah. Para siswa seringkali melupakan sebagian besar dari apa yang telah mereka pelajari, dan apa yang mereka ingat seringkali tidak dapat diterapkan pada masalah-masalah dan tugas-tugas yang mereka hadapi di kemudian hari di dunia bisnis. Kelas-kelas tradisional juga tidak memersiapkan para siswa untuk bekerja bersama dengan orang lain di dalam situasi-situasi tim kolaboratif. Hasilnya: para siswa cenderung melihat pendidikan MBA sekedar sebuah “hak lulus”, sebuah “kartu perserikatan” yang dibutuhkan, dan menekankan seperangkat halangan dengan sedikit relevansi pada dunia nyata. Pendidikan direduksi menjadi hanya pemerolehan sebuah gelar (sekedar komoditas lain yang harus dibeli di pasar), dan nilai akhir menjadi perhatian yang membebani (daripada pembelajaran).
Riset pada psikologi pendidikan telah menemukan bahwa pendekatan-pendekatan edukasional tradisional (misalnya ceramah-ceramah) tidak mengarah pada tingkat tinggi ingatan pengetahuan. Meskipun ada usaha-usaha intens pada pihak siswa dan guru, sebagian besar materi yang dipelajari melalui ceramah-ceramah dengan cepat dilupakan, dan kemampuan-kemampuan pemecahan masalah alami dapat secara nyata dirusak. Faktanya, studi-studi telah menunjukkan bahwa di dalam 90 hari para siswa melupakan 90% dari segala hal yang telah diajarkan pada mereka (Smilovitz, 1996). Motivasi di dalam lingkungan-lingkungan kelas tradisional juga biasanya rendah.
Mungkin salah satu manfaat terbesar dari PBL adalah bahwa para siswa secara nyata menikmati proses pembelajaran. PBL adalah sebuah program yang menantang yang membuat studi organisasi mendesain dan mengubah hal yang menarik untuk para siswa karena mereka dimotivasi untuk belajar dengan sebuah kebutuhan untuk memahami dan memecahkan masalah-masalah manajerial nyata. Relevansi informasi yang dipelajari tampak nyata; para siswa menjadi sadar akan kebutuhan untuk pengetahuan ketika mereka berusaha untuk mengatasi masalah-masalah.
Fase 1. Pertama, kelompok anda akan mengumpulkan informasi dan mendaftarnya dengan judul: “Apa yang telah kita ketahui?” Di dalam fase ini, anda akan mengatasi masalah dalam sorotan pengetahuan yang anda sudah miliki dari pengalaman anda sendiri. Kelompok anda akan membahas situasi saat ini yang melingkupi permasalahan seperti yang telah disajikan. Analisis ini membutuhkan diskusi dan kesepakatan pada definisi-definisi yang dipakai dari masalah-masalah tersebut, dan memilah isu-isu dan aspek-aspek mana dari situasi yang ada yang patut mendapatkan penyelidikan lebih lanjut. Analisis awal ini sebaiknya menghasilkan sebuah pernyataan masalah yang berguna sebagai titik awal untuk penyelidikan, dan dapat direvisi ketika asumsi-asumsi dipertanyakan dan informasi baru menjadi jelas.
Fase 2. Selanjutnya, anda akan terlibat dengan masalah dengan juga mengidentifikasi di bawah judul kedua, “Apa yang kita perlu ketahui (untuk memecahkan masalah ini)?” Disini anda akan mendaftar pertanyaan-pertanyaan atau isu-isu pembelajaran yang harus dijawab untuk membahas pengetahuan yang hilang/terlewatkan, atau untuk menerangi permasalahan. Adalah di dalam fase ini kelompok anda akan menganalisis permasalahan menjadi komponen-komponen, membahas dampak-dampak, memertimbangkan kemungkinan penjelasan atau solusi yang ada, dan mengembangkan hipotesis-hipotesis yang berguna. Aktivitas ini adalah seperti sebuah fase “brainstorming” dengan evaluasi yang ditunda sementara penjelasan atau solusi ditulis pada flipchart / buku-catatan atau papan-tulis. Kelompok anda perlu untuk merumuskan tujuan-tujuan pembelajaran, menggarisbawahi informasi lanjutan apa yang diperlukan, dan bagaimana informasi ini dapat dicapai dengan cara terbaik.
Fase 3. Daftar diatas akan memberitahu kelompok anda apa yang harus dilakukan guna memecahkan masalah. Di dalam fase ini kelompok anda akan membahas, mengevaluasi dan mengorganisir hipotesis-hipotesis dan hipotesis-hipotesis sementara. Kelompok anda akan membuat daftar “Apa yang harus kita lakukan?” yang dirumuskan untuk mencatat tiap isu seperti sumberdaya apa yang diperlukan untuk konsultasi, orang-orang yang diwawancarai, artikel-artikel untuk dibaca, dan tindakan-tindakan spesifik apa yang perlu dilakukan oleh para anggota kelompok. Adalah di dalam fase ini kelompok anda akan mengidentifikasi dan mengalokasikan tugas-tugas pembelajaran, mengembangkan rencana-rencana studi untuk menemukan informasi yang diperlukan. Anda akan mengumpulkan informasi dari kelas, bahan bacaan, teks, bahan pustaka, video dan para ahli luar tentang subjek ini. Ketika informasi baru diperlukan, kelompok anda akan perlu untuk berkumpul untuk menganalisis dan mengevaluasi reliabilitasnya dan kegunaannya dalam penerapannya pada permasalahan.
Singkatnya, anda akan menghabiskan sejumlah besar waktu untuk membahas permasalahan, menghasilkan hipotesis-hipotesis, mengidentifikasi fakta-fakta relevan, mencari informasi-informasi, dan mendefinisikan isu-isu pembelajaran mereka sendiri. Tidak seperti kelas-kelas tradisional dan standar, tujuan-tujuan pembelajaran tidak dinyatakan di depan. Malahan, anda dan anggota kelompok anda akan bertanggungjawab untuk menghasilkan isu-isu pembelajaran anda sendiri atau sasaran-sasaran didasarkan pada analisis kelompok anda tentang permasalahan ini.
Semuanya selama proses ini, sebagai seorang siswa, anda akan secara aktif mendefinisikan dan menyusun solusi-solusi potensial. Sebagai seorang instruktur, peranan utama saya adalah untuk memberi model, panduan, dan pelatihan—untuk mendukung anda dan tim anda melalui proses pembelajaran dan penilaian.
Sebagian besar waktu kelas akan diluangkan untuk bekerja di dalam tutorial-tutorial kelompok kecil PBL self-directed / arahan-sendiri. Sebuah porsi / bagian dari waktu kelas akan dialokasikan pada “Resource Sessions / Sesi-sesi Sumberdaya,” yang dapat mencakup simulasi-simulasi, studi-studi kasus, dan diskusi-diskusi singkat untuk lebih lanjut mengeksplorasi konsep-konsep dan isu-isu yang muncul dari proyek-proyek PBL.

Filosofi Penilaian PBL
Untuk menilai / to Assess. Asal-usul bahasa Latin istilah ini, assidere, secara harfiah berarti to sit down beside / untuk duduk di samping. Cara lain untuk membahas penilaian adalah menggunakan pertimbangan berbasis pada jenis pengamatan erat/dekat yang berasal dari “duduk disamping”.
Dengan PBL, penilaian tidak terpisah dari instruksi. Malahan, penilaian adalah bagian integral dari pembelajaran. Fokus dan tujuan dari penilaian adalah pada pembelajaran, pada bagaimana hal tersebut dilakukan, dan bagaimana hal tersebut dapat menjadi lebih baik, tidak pada perbandingan-perbandingan normatif. Penilaian adalah sebuah proses berkelanjutan yang mendorong instruksi. Lebih lanjut, penilaian tidak mengakhiri pembelajaran; ini memberikan informasi tentang bagaimana untuk terus mengembangkan skill/keahlian anda, pengetahuan dan kemampuan anda dengan mengacu pada jalannya sasaran-sasaran pembelajaran. Dengan demikian, adalah penting bagi anda untuk memikirkan penilaian / asesmen sebagai sebuah demonstrasi aktif dari pemahaman anda dan kemampuan anda untuk menerapkan pemahaman ini.
Kata-kata seperti “tes” dan “ujian” memiliki konotasi yang sudah terbentuk kuat tentang mengevaluasi kepemilikan pengetahuan siswa. Kita membutuhkan proses yang berbeda, sebuah bahasa baru, untuk mengidentifikasi bagaimana caranya untuk menilai kemampuan seorang siswa untuk menggunakan dan menerapkan pengetahuan. Pendidikan pada seseorang, pemahaman di dalam pengertian pengembangan kemampuan untuk menggunakan dan menerapkan pengetahuan seseorang, tidak secara memadai untuk dinilai dengan menggunakan pengujian tradisional. Memberi peringkat pada kurva, yang memilah para siswa ke dalam kelompok-kelompok untuk tujuan-tujuan administratif, tidak mengatakan apapun tentang bagaimana tiap siswa menggunakan bakatnya atau berkembang ke arah potensinya.
Dengan PBL, instruktur tidak lagi satu-satunya ukuran yang mana perkembangan anda akan diukur dengannya. Malahan, peranan saya sebagai seorang instruktur adalah untuk membantu para siswa memantau diri mereka sendiri, untuk memantau perkembangan anda sendiri, guna menetapkan kriteria untuk pembelajaran dan kerja-kualitas, dan untuk membantu anda merancang sasaran-sasaran anda sendiri untuk peningkatan diri. Hal ini berarti bahwa saya tidak akan menjadi satu-satunya hakim dari kerja siswa; para siswa akan belajar untuk mengevaluasi kerja dari teman-temannya, serta kerja mereka sendiri. Sebagai tambahan, kerja anda juga akan dipantau dan dievaluasi oleh para asesor / penilai dunia-nyata—para manajer dan eksekutif dari perusahaan-perusahaan di Bay Area.
Para siswa akan codevelop/ko-kembangkan bersama dengan instruktur suatu penilaian-penilaian yang relevan dan bermakna, dan memainkan sebuah peranan aktif dalam kriteria pengembangan dan penetapan standar-standar kinerja untuk kerja kualitas tinggi. Penilaian / asesmen harus memiliki makna untuk si pelajar. Penilaian untuk dapat menjadi bermakna, ini harus memiliki keterkaitan dengan dunia nyata, cukup sulit untuk menjadi menarik tapi tidak sepenuhnya membuat frustrasi, dan generatif, dimana sebuah produk nyata, layanan, atau informasi bernilai tengah dievaluasi. Konsep penilaian-sebagai-pembelajaran fokus pada apa yang dicapai pelajar—tidak pada apa yang disediakan pengajar.
Oleh karena itu, dalam hal ini, penilaian siswa adalah sebuah proses multidimensional, integral pada pembelajaran, yang melibatkan pengamatan kinerja-kinerja dari para pelajar individual dalam tindakan dan memertimbangkannya atas dasar kriteria developmental yang ditentukan secara kolaboratif, dengan memberikan feedback/masukan bagi si pelajar. Penilaian-penilaian dapat melibatkan sebuah kinerja atau demonstrasi, biasanya untuk audiens nyata (yaitu, para manajer dari komunitas bisnis) dan tujuan bermakna (misalnya, sebagai bagian dari pameran siswa atau konferensi pembelajaran). Penilaian harus tanpa cacat dan berkelanjutan; ini harus menjadi bagian dari proses PBL. Para siswa juga harus belajar selama penilaian; ini tidaklah sekedar sebuah “peringkat” yang disematkan pada bagian akhir dari selembar kertas atau transkrip.
Secara umum, dan minimalnya, para siswa akan dinilai dalam tiga area luas:
1. Kompetensi Terapan / Applied Competence. Menunjukkan kemampuan untuk menggunakan desain organisasional dan merubah konsep-konsep manajemen dan kerangka-kerja guna mengidentifikasi dan menganalisis variabel-variabel yang dapat memengaruhi keefektivan menyeluruh sebuah organisasi.
2. Pemikiran Kritis, Pemecahan-Masalah dan Kompetensi Komunikatif. Mengidentifikasi permasalahan dan/atau kesempatan di dalam konteks-konteks organisasional dan membuat rekomendasi-rekomendasi spesifik, didukung oleh teori, untuk meningkatkan situasi. Secara tepat dan secara kompeten menggunakan kerangka-kerja teoretikal dari desain organisasi dan mengubah literatur untuk menginterpretasikan dan memecahkan permasalahan bisnis, dan secara efektif mengomukinasikan analisis anda pada orang lain dalam beragam konteks profesional. Menerapkan aktivitas pemecahan masalah anda dengan sebuah komitmen pada kualitas.
3. Kompetensi Kolaboratif dan Kepemimpinan. Berkolaborasi sebagai anggota dari sebuah tim proyek, mengambil inisatif dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah atau mencari kesempatan-kesempatan untuk pembelajaran dan peningkatan di dalam kelompok anda.
Penilaian / asesmen harus juga tampak adil dan wajar. Pada bagian awal semester, sebuah “gugus-tugas penilaian siswa” sukarela akan dibentuk. Gugus-tugas ini akan terdiri dari para perwakilan siswa dari ketiga bagian dari MGMT 842 dan akan bekerja bersama dengan instruktur dalam mengembangkan keseluruhan rencana penilaian untuk ketiga bagian/seksi. Setelah setiap proyek PBL, penilaian berbasis-kelompok akan dilakukan. Penilaian ini adalah untuk membantu memfasilitasi refleksi pada apa yang telah anda pelajari selama proyek PBL, dan untuk menerima masukan langsung dari para anggota tim anda tentang kinerja anda, kontribusi dan prestasi / pencapaian intelektual anda.

Problem-Based Learning / Pembelajaran Berbasis-Masalah (PBL)
Rangkuman: Problem-Based Learning (PBL) adalah sebuah metode instruksional tentang pembelajaran aktif yang berpusat pada penyelidikan dan pemecahan permasalahan dunia nyata.
Asal-usul: Akhir 1960an pada sekolah medikal di McMaster University in Kanada.
Istilah kunci: permasalahan open-ended/terbuka, self-directed learner/Pelajar arahan-sendiri, guru sebagai fasilitator, siswa sebagai pemecah masalah.

Problem-Based Learning (PBL)
Pembelajaran-berbasis masalah (PBL) adalah sebuah pendekatan pedagogikal dan metodologi desain kurikulum yang seringkali digunakan pada pendidikan tinggi dan seting/tataran K-12.
Berikut ini adalah sejumlah karakteristik yang menjelaskan PBL:
• Pembelajaran ditentukan oleh permasalahan open-ended yang menantang tanpa satu jawaban “benar”.
• Permasalahan/kasus adalah spesifik konteks
• Para siswa bekerja sebagai penyelidik aktif self-directed dan pemecah-masalah di dalam kelompok kolaboratif kecil (biasanya sekitar lima siswa)
• Sebuah masalah kunci pun diidentifikasi dan sebuah solusi disepakati dan diterapkan
• Para pengajar mengadopsi peran sebagai fasilitator pembelajaran, memandu proses pembelajaran dan memromosikan lingkungan penyelidikan.
Bukannya membuat guru menyediakan fakta-fakta dan kemudian menguji kemampuan para siswa untuk mengingat kembali fakta-fakta ini melalui pengingatan, PBL berusaha untuk membuat siswa menerapkan pengetahuan pada situasi-situasi baru. Para siswa dihadapkan pada masalah-masalah yang distruktur dengan buruk dan terkontekstualisasi dan diminta untuk menyelidiki dan menemukan solusi-solusi yang bermakna.
Para pendukung PBL menyakini bahwa, sebagai sebuah strategi, PBL:
• mengembangkan pemikiran kritis dan keahlian / skill kreatif
• meningkatkan skill/keahlian pemecahan-masalah
• meningkatkan motivasi
• membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan pada situasi baru
pengaruh terbaru PBL dapat dilacak pada akhir tahun 1960an pada sekolah medis di McMaster University di Kanada. Tidak lama setelah itu, tiga sekolah medis lainnya—University of Limburg di Maastricht (Belanda), University of Newcastle (Australia), dan University of New Mexico (Amerika Serikat) menggunakan model McMaster tentang pembelajaran berbasis-masalah. Berbagai adaptasi pun dilakukan dan model tersebut segera menemukan jalannya ke berbagai disiplin ilmu lainnya—bisnis, kedokteran gigi, ilmu kesehatan, hukum, teknik, pendidikan, dan lain-lain.

Kritik-kritik
Salah satu kritik yang paling umum terhadap PBL adalah bahwa para siswa tidak dapat benar-benar tahu apa yang menjadi hal penting bagi mereka untuk dipelajari, khususnya pada area-area yang mereka tidak memiliki pengalaman sebelumnya. Oleh karena itu para guru, sebagai fasilitator, harus berhati-hati untuk menilai dan memertimbangkan pengetahuan awal/sebelumnya yang dibawa siswa ke dalam kelas.
Kritik lainnya adalah bahwa seorang guru yang mengadopsi pendekatan PBL mungkin tidak dapat untuk mencakup sebanyak materi yang ada pada jalur berbasis-ceramah konvensional. PBL dapat menjadi sangat menantang untuk diterapkan, karena membutuhkan banyak sekali perencanaan dan kerja keras untuk guru. Ini dapat menyulitkan kali pertama bagi guru untuk “melepaskan kendali” dan menjadi fasilitator, mendorong para siswa untuk mengajukan pertanyaan yang tepat daripada memberikan solusi pada mereka.

Pendahuluan
Problem-Based Learning (PBL) adalah sebuah pendekatan total pada pendidikan dan melibatkan sebuah pendekatan konstruktivis pada pembelajaran (Harper-Marinick, 2001). Kurikulumnya terdiri dari masalah-masalah yang dirancang dengan hati-hati yang menuntut pelajar untuk mendapatkan pengetahuan kritikal, kelancaran pemecahan masalah, strategi-strategi arahan-diri/self-directed dan keahlian partisipasi tim. Proses-proses pembelajaran meniru pendekatan sistemik yang umum digunakan pada pemecahan masalah atau menghadap tantangan yang ditemui dalam kehidupan dan karir (Barrows & Tamblyn, 1980).
Di dalam PBL, masalah yang disajikan pada para siswa pada awal proses pembelajaran adalah dalam bentuk/format yang distruktur dengan buruk dan tidak mudah dipecahkan atau juga menganut pada rumusan sederhana; juga tidak selalu menghasilkan jawaban-jawaban yang benar. Oleh karena itu permasalahan tersebut bertindak sebagai pusat pengatur dan stimulus untuk pembelajaran dan merepresentasikan wahana yang mengembangkan kreativitas para siswa dan keahlian pemikiran tingkat-tinggi. Permasalahan tersebut mencerminkan isu-isu dunia nyata dan harus dirancang di dalam konteks pembelajaran yang diikuti. Maka hal tersebut bertentangan dengan strategi-strategi pengajaran yang lazim dimana sebuah konsep terlebih dulu disajikan dalam format ceramah, kemudian diikuti dengan permasalahan-permasalahan “akhir bab”.
Karakteristik utama dari pendekatan PBL melibatkan para siswa untuk bekerja secara kolaboratif dalam kelompok-kelompok kecil, menganalisis dan me-brainstorming ide-ide yang dapat mengarah pada sebuah solusi terhadap masalah tersebut (Dutch et al., 2001; Friedman & Deek, 2002). Di dalam kolaborasi tersebut, konstruksi pengetahuan dan pemahaman adalah melalui artikulasi, negosiasi dan refleksi pada ide-ide. Maka Interactive Collaborative Learning / Pembelajaran Kolaboratif Interaktif (ICL) dapat didefinisikan sebagai pembelajaran di dalam sebuah kelompok yang melibatkan sebuah metode yang mendorong para siswa untuk bekerja di dalam komunitas-komunitas permbentukan-pengetahuan dan pembelajaran, mengeksploriasi skill / keahlian satu sama lain sambil menyediakan dukungan sosial dan permodelan serta mengamati kontreibusi dari tiap anggota pada tugas akademis yang jelas (Jonassen, 1995). Di dalam ICL, hubungan-hubungan teman-sebaya memainkan peranan penting di dalam keberhasilan pendidikan para siswa (Dennen, 2000; McLouglin & Luca, 2002). Ketika bekerja bersama dengan teman-teman sebaya bukannya bekerja sendirian, anksietas / kegelisahan dan ketidakpastian pun terkurangi saat para pelajar menemukan jalan mereka melalui tugas-tugas kompleks atau tugas-tugas baru. Secara umum, engurangan dari anksietas/ kegelisahan dan ketidakpastian cenderung untuk meningkatkan motivasi siswa dan kepuasan siswa terhadap proses pembelajaran (Harasim et al., 1997). Pedagogi ICL menggeser fokus dari guru sebagai pakar konten/isi menjadi peranan dari seorang fasilitator. Guru memikul peranan dari seorang pelatih kognitif dan meta-kognitif daripada pemilik dan penyebar pengetahuan. Situasinya secara mendasr berbeda dari model transfer-langsung tradisional atau transmisi satu-arah dimana instruktur adalah satu-satunya sumber pengetahuan atau skill / keahlian tersebut (Edelson et al., 1996).
Munculnya Information and Communication Technology / Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT) telah mengarah pada minat yang sangat besar untuk menggabungkan pendekatan PBL konstruktivis ke dalam lingkungan berbasis-web (Oliver & Omari, 1999; Dennen, 2000; Varanelli & Baugher, 2001; Pelletier et al., 2001). Komunikasi sinkronus dan asinkronus menjadi tersedia berkat ICT yang menyediakan platform untuk diskusi pelajar-pengajar dan pelajar-pelajar yang kolaboratif dan hal ini, digabungkan dengan aksesibilitas pada sumberdaya online yang banyak sekali untuk informasi, pengetahuan dan data, sangat cocok dengan prinsip-prinsip kolaborasi dan keberpusatan-siswa dari pendekatan PBL. Kolaborasi di dalam teknologi Wb pada umumnya menggunakan email asinkronus, Web bulletin board postings/kiriman-kiriman papan buletin Web atau fasilitas-fasilitas chat/obrolan sinkronus.
Sudah ada sejumlah studi mengenai efek dari kolaborasi di dalam PBL berbasis-Web dalam berbagai bidang dan disiplin ilmu (Dennen, 2000; Pelletier et al., 2001; Sorensen & Takle, 2001; Song, 2001). Sebagian besar studi sepakat bahwa nilai penting dari scaffolding / tangga di dalam pendekatan PBL sehingga para pemula mengembangkan kompetensi. Scaffolding / tangga dapat dicapai ketika ada asistensi / bantuan sosial, kognitif dan afektif, sumberdaya online dan dukungan teman-sebaya. Pada sisis lain, kolaborasi antara para pelajar mendorong mereka untuk mengembangkan perspektif / sudut pandang jamak menyangkut tugas mereka dan memromosikan artikulasi / pemakaian pandangan yang berbeda dan bertentangan, menghasilkan dasar pengetahuan yang kaya dan kuat.
Tujuan dari studi ini adalah untuk melihat bagaimana para siswa memahami efek-efek dari kolaborasi di dalam pendekatan PBL yang menggunakan lingkungan pembelajaran Web dari kuliah / kursis Fisika pendidikan tingkat sarjana. Lingkungan pembelajaran berbasis Web ini secara khusus dirancang berdasarkan pada Model Harper-Marinick. Temuan-temuan dari studi ini akan menyediakan pemahaman pada proses-proses kolaboratif instruktur-siswa dan siswa-siswa berbasis-Web dalam pengertian keefektivan pembelajaran dan kepuasan serta kesenangan dalam proses pembelajaran. Ini juga menyediakan informasi yang berharga dan panduan-panduan dalam hal perancangan pendekatan-pendekatan PBL di masa depan dalam lingkungan berbasis-Web.

Informasi Pendahuluan
Para siswa terlebih dulu diharuskan untuk membuka dan menjelajah / browse melalui halaman-halaman informasi pendahuluan yang memberi mereka informasi dan contoh-contoh mengenai proses-proses PBL online dan peranan yang harus mereka mainkan untuk mencapai tugas-tugas pembelajaran. Proses PBL online adalah yang paling baru diantara yang lain dan sebagian besar resisten terhadap PBL yang mana siswa menjadi terkejut karena melakukan sesuatu yang tidak begitu lazim dan tidak tahu mengapa istruktur “melakukan hal ini pada mereka” (White, 2001). Oleh karena itu adalah esensial untuk memerkenalkan para siswa tentang nilai penting dari PBL, mengapa hal ini penting bagi pembelajaran para siswa dan bagaimana hal ini sesuai dengan filosofi pengajaran instruktur (White, 2001).

Presentasi sebuah masalah dunia-nyata dan distruktur-buruk
Masalah ini berguna sebagai pusat pengatur dan konteks pembelajaran. Masalah tersebut distruktur-dengan-buruk dan dikaitkan dengan masalah-masalah dunia nyata. Masalah yang distruktur dengan buruk membutuhkan pemikiran kritis, kreatif dan tingkat tinggi dan isu-isu dunia nyata menarik bagi keinginan para siswa untuk mendapatkan resolusi/stasis dan harmoni dan harus dihasilkan dalam konteks pembelajaran yang mengikutinya (IMSA, 2001). Duch (2001) mengilustrasikan bahwa masalah-masalah PBl yang bagus harus melibatkan minat siswa dan memotivasi mereka untuk mencari pemahaman yang lebih dalam tentang konsep yang tengah diperkenalkan; hal tersebut seharusnya juga cukup kompleks untuk membutuhkan kerjasama dari semua anggota guna bekerja mencari sebuah solusi; menjadi open-ended/terrbuka dan mengandung tujuan-tujuan dari kursus tersebut.

Kolaborasi online
Alat obrolan / chat tool yang sinkronus telah digunakan dan para siswa dalam kelompok kecil sebanyak 5-7 siswa menganalisis permasalahan secara bersama-sama. Didasarkan pada pengetahuan mereka sebelumnya, mereka menentukan informasi yang telah mereka miliki dan informasi apa yang akan mereka perlu miliki dan harus pelajari untuk memecahkan masalahnya. Selama kolaborasi ini, mereka mengajukan hipotesis terhadap masalaha tersbut; menghasilkan isu-isu pembelajaran yang dibutuhkan untuk memecahkannya; memrioritaskan isu-isu pembelajaran, mengorganisir sebuah rencana tindakan yang dibutuhkan untuk mengatasi isu-isu pembelajaran terkait dan menugaskan individu-individu untuk menangani tugas-tugas yang telah ditetapkan. Menggunakan alat komunikasi ini, pelajar secara aktif menyusun pengetahuan dengan merumuskan ide-ide ke dalam kata-kata dengan ide-ide ini dibangun diatas reaksi dan respon dari siswa/pelajar lainnya (Alvi, 1994). Dengan kata lain, pembelajaran mengambil tempat dalam sebuah lingkungan yang aktif dan interaktif. Selama keseluruhan kolaborasi, si penceramah memainkan peranan fasilitasi, pemanduan dan pemantauan terhadap keseluruhan proses kolaboratif.

Sumberdaya online
Tiap siswa individual memiliki tanggung jawabnya sendiri untuk melakukan riset tentang isu-isu pembelajaran yang ditugaskan padanya. Dengan kata lain, dia harus melakukan studi-studi independen diluar kelompok. Dia diharuskan untuk merujuk pada sumberdaya-sumberdaya inline untuk informasi baru, dan atas dasar individual, harus berusaha untuk menemukan sebuah solusi, informasi baru dan konsep-konsep yang menyangkut isu-isu pembelajaran yang ditugaskan padanya. Studi independen memungkinkan si siswa untuk mensintesis dan menyusun pengetahuan untuk memberikan resolusi pada masalah dalam cara yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan dari tugas yang telah ditetapkan sevelumnya (Orill, 2002).
Integrasi dari sumberdaya online dengan keterlibatan PBL memberikan kaitan-kaitan di dalam halaman Web yang didesain kepada sumberdaya yang tersedia secara online. Para siswa harus menemukan dan mengevaluasi sejumlah besar sumberdaya online dibutuhkan untuk memecahkan isu-isu pembelajaran. Evaluasi semacam ini memberikan kesempatan untuk mereka guna mengembangkan pemikiran kritis di dalam konteks evaluasi sumberdaya online dan memromosikan kemampuan untuk “belajar untuk belajar” yang merupakan bagian penting dari PBL (Watson, 2001).

Kolaborasi online tindak-lanjut
Setelah para siswa individual telah melakukan riset online individual pada tugas-tugas yang ditentukan, kelompok-kelompok kemudian berkumpul kembali untuk melanjutkan diskusi sinkronus online. Dalam kolaborasi tindak-lanjut ini, tiap siswa melaporkan riset yang telah dilakukannya, mengidentifikasi isu-isu yang saling tumpang tindih, mengulas informasi dan mengulas hipotesis-hipotesis sesuai dengan informasi baru yang dikumpulkan oleh kelompok.

Solusi pada masalah
Proses-proses riset online dan kolaborasi online tindak-lanjut dapat diulangi di dalam sebuah siklus sampai para anggota kelompok terpuaskan dan mereka telah membahas isu-isu pembelajaran dan memberikan jawaban-jawaban terhadap permasalahan yang pada awalnya diajukan pada mereka. Kelompok secara kolektif merencanakan presentasi solusi pada permasalahan tersebut dengan menggunakan beragam alat online yang tersedia untuk hal tersebut.

No comments:

Post a Comment