Freelance translator English-Indonesian Professional services; Reasonable prices
Friday 20 October 2017
Tuesday 17 October 2017
Tuesday 18 April 2017
Thursday 7 April 2016
Kepemimpinan dalam Organisasi: Perilaku Kepemimpinan Efektif (Bag. 6)
Bab 5
Perilaku Kepemimpinan Efektif
[untuk bahasan bab 1, silakan baca ini: LEADERSHIP IN ORGANIZATIONS: Definisi Kepemimpinan (Bag. 1)]
[untuk bahasan bab 1, silakan baca ini: LEADERSHIP IN ORGANIZATIONS: Definisi Kepemimpinan (Bag. 1)]
Kepemimpinan Partisipatif
Partisipasi dapat digunakan
untuk mencapai beragam tujuan yang berbeda, termasuk: (1) meningkatkan kualitas
keputusan, (2) penerimaan yang lebih besar pada keputusan, (3) pemahaman yang
lebih baik mengenai keputusan oleh orang-orang yang harus melaksanakannya, (4)
pengembangan skill pengambilan keputusan diantara para bawahan, (5) memperkaya
pekerjaan bawahan dengan membuatnya lebih menarik, dan (6) fasilitasi resolusi
konflik dan pembentukan tim. Para manajer menggunakan konsultasi lateral untuk
memfasilitasi koordinasi dan kerjasama dengan para manajer di subunit-subunit
yang berbeda.
Beragam Partisipasi
Berbagai pakar teori
kepemimpinan yang berbeda telah mengajukan taksonomi-taksonomi yang berbeda
mengenai prosedur-prosedur keputusan, dan hingga sekarang, belumlah ada
kesepakatan mengenai jumlah optimal dari prosedur keputusan atau cara terbaik
untuk menjelaskannya (Heller & Yukl, 1969; Strauss, 1977; Tannenbaum &
Schmidt, 1958; Vroom & Yetton, 1973). Prosedur-prosedur keputusan dapat
disusun dalam sebuah rangkaian kesatuan yang berkisar mulai tidak ada pengaruh
oleh orang lain sampai pengaruh tinggi. Jumlah minimal dari kategori-kategori
yang bermakna dan berbeda untuk mengklasifikasikan prosedur-prosedur keputusan
sepanjang rangkaian kesatuan dari pembagian power adalah sebagai berikut:
- Keputusan Autokratis / Autocratic Decision: Manajer mengambil sebuah keputusan sendiri tanpa meminta pendapat atau saran dari orang lain, dan orang lain tidak memiliki pengaruh langsung terhadap keputusan tersebut.
- Konsultasi: Manajer meminta pendapat dan ide orang lain, kemudian mengambil keputusan sendiri setelah mempertimbangkan dengan serius perhatian dan saran orang lain.
- Joint Decision /Keputusan Gabungan: Manajer bertemu dengan orang lain untuk membahas permasalahan keputusan dan mengambil keputusan bersama; manajer tidak memiliki pengaruh lebih tinggi terhadap keputusan akhir daripada partisipan lainnya.
- Delegasi: Manajer memberi seseorang atau kelompok otoritas dan tanggung jawab untuk mengambil keputusan; manajer biasanya menentukan batasan-batasan dimana pilihan akhir harus dibuat, dan persetujuan lebih dulu dapat dibutuhkan atau tidak sebelum keputusan dapat diterapkan.
Efek dari Kepemimpinan Partisipatif
Banyak studi tentang
partisipasi yang telah dilakukan sejak eksperimen lapangan awal yang dilakukan
Lewin, Lippitt, dan White (1939) serta Coch dan French (1949). Penelitian ini
mencakup eksperimen laboratorium, eksperimen lapangan, dan studi-studi lapangan
korelasional menggunakan kuisioner untuk mengukur kepemimpinan partisipatif.
Kebanyakan studi melibatkan partisipasi yang dilakukan oleh bawahan, dan
kriteria keefektivan pemimpin biasanya adalah kinerja dan kepuasan bawahan.
Hasil dari penelitian partisipasi ini dirangkum dalam beberapa ulasan literatur
dan meta analisis baru-baru ini (Miller & Monge, 1986; Schweiger &
Leana, 1986; Wagner & Gooding, 1987).
Penelitian Perilaku menggunakan Insiden Kritikal
Insiden-insiden kritikal
secara khusus berguna dalam penelitian eksploratoris yang dirancang untuk
mengamati aspek-aspek manajerial yang secara situasional relevan dan sangat
spesifik. Contoh dari insiden-insiden kritikal dari studi supervisor produksi
oleh Kay (1959, hal. 26) adalah sebagai berikut:
Sadar bahwa sebuah perubahan
di dalam set-up telah dijadwalkan untuk hari esok, seorang mandor memeriksa
mesin, mencatat bagian yang hilang, dan memesannya. (insiden positif)
Seorang mandor gagal
mengetahui mandor pengganti bahwa sebuah mesin memerlukan perbaikan sebelum
dapat digunakan lagi. (insiden negatif).
Berikut ini adalah jenis-jenis
perilaku pemimpin yang direpresentasikan dalam sebagian besar studi:
- Operasi-operasi perencanaan, koordinasi, dan organisasi.
- Mengawasi bawahan (mengarahkan, menginstruksikan, memantau kinerja).
- Menetapkan dan mempertahankan hubungan baik dengan bawahan.
- Menetapkan dan mempertahankan hubungan baik dengan atasan, rekan dan orang luar.
- Memiliki tanggung jawab untuk mengamati kebijakan-kebijakan organisasional, melaksanakan tugas-tugas yang dibutuhkan, dan mengambil keputusan yang dibutuhkan.
Teori-teori Universal tentang Perilaku Pemimpin Efektif
Teori-teori universal
mengajukan bahwa gaya kepemimpinan yang sama adalah hal optimal dalam segala
situasi. Misalnya, beberapa pakar teori telah menyatakan bahwa para pemimpin
yang secara gigih menggunakan prosedur-prosedur keputusan partisipatif adalah
lebih efektif (McGregor, 1960; Likert, 1967; Argyris, 1964). Teori universal
yang paling menonjol menyatakan bahwa para pemimpin yang efektif adalah
suportif dan berorientasi tugas, yang disebut dengan pemimpin ”high-high”.
Versi-versi berbeda dari teori dua faktor ini pun telah diajukan. Di dalam
literatur manajerial, Blake dan Mouton (1954) mengembangkan teori grid
manajerial untuk menggambarkan manajer dalam pengertian perhatian pada orang
dan perhatian pada produksi. Di Jepang, sebuah program penelitian perilaku yang
sejajar dengan studi-studi kepemimpinan Ohio State mengarah pada pembentukan
teori dua faktor yang disebut dengan teori kepemimpinan PM (Misumi &
Peterson, 1985).
Evaluasi Teori Universal
Aspek universal dari teori
mereka adalah orientasi nilai dari manajer yang memandu aksi /
tindakan manajer, bukannya pola perilaku tetap yang diterapkan secara otomatis
di dalam segala situasi. Manajer efektif memiliki perhatian tinggi terhadap
tugas dan orang, tapi cara perhatian tersebut diterjemahkan dalam perilaku
cukup beragam seiring dengan situasi dan dari seorang bawahan ke bawahan
lainnya.
Mengacu pada sifat kerja
manajerial (lihat Bab 4), sudah jelas bahwa esensi dari kerja semacam ini
adalah serangkaian proses yang saling terkait (misalnya, mempengaruhi,
menangani informasi, membangun jaringan, dan pengambilan keputusan) yang secara
konstan melibatkan isu-isu tugas dan hubungan. Dua dimensi dari perilaku dapat
berbeda secara konseptual, tapi dalam prakteknya, insiden perilaku apapun
memiliki implikasi-implikasi untuk kedua dimensi tersebut.
Kategori Perilaku Manajerial dan Kepemimpinan
Katerogi perilaku adalah
abstraksi daripada atribut nyata dari dunia nyata. Kategori perilaku didapatkan
dari perilaku yang diamati guna mengatur persepsi-persepsi tentang dunia dan
membuatnya menjadi bermanfaat, tapi kategori-kategori ini tidak ada di dalam
pengertian objektif apapun. Tidak ada susunan absolut dari kategori perilaku
yang ”benar”. Sehingga, taksonomi yang berbeda dalam tujuan dapat diharapkan
memiliki susunan yang berbeda. Misalnya, taksonomi yang dirancang untuk
memfasilitasi penelitian dan teori tentang keefektivan manajerial memiliki
fokus yang berbeda daripada taksonomi yang dirancang untuk menggambarkan
observasi tentang kegiatan manajerial, atau taksonomi yang dirancang untuk
katalog tanggung jawab posisi dari para manajer dan administrator.
Yukl (1987) membandingkan
taksonomi-taksonomi yang berbeda dan menemukan sejumlah besar persamaan
diantaranya, meskipun ada perbedaan dalam tujuan dan pengembangannya. Ketika
terjadi perbedaan, biasanya melibatkan sejumlah perilaku di dalam taksonomi dan
tingkat abstraksi dari konsep-konsep perilaku. Beberapa taksonomi (misalnya,
Bowers & Seashore, 1966; House & Mitchell, 1974) fokus pada beberapa
perilaku, sedangkan taksonomi lainnya (yaitu Luthans dan Lockwood, 1984; Page,
1985; Yukl, 1987) jauh lebih komprehensif. Sejumlah besar kategori di dalam
beberapa taksonomi disebabkan oleh spesifisitas dari kategori juga usaha untuk
menjadi komprehensif. Mempertimbangkan perbedaan dalam cakupan/scope dan level
abstraksi, terdapat kesamaan yang cukup besar diantara perilaku-perilaku dalam
berbagai taksonomi untuk menunjukkan kemungkinan pengintegrasian taksonomi yang
akan mengurangi kebingungan konseptual di dalam literatur dan memfasilitasi
penelitian masa depan serta pengembangan teori.
Rangkuman
Selama tiga dekade, sejak awal
1950an, penelitian tentang perilaku pemimpin didominasi oleh fokus pada
perilaku yang berorientasi-tugas dan berorientasi-hubungan. Banyaknya
penelitian kepemimpinan selama periode ini menggunakan kuisioner yang mengukur
pertimbangan dan memulai strukture. Studi-studi lainnya memanipulasi tugas dan
perilaku hubungan di dalam eksperimen lab dan eksperimen lapangan. Hasil dari
penelitian ini belumlah konsisten, kecuali untuk temuan yang menganggap para
pemimpin biasanya lebih memuaskan para bawahan.
Kepemimpinan partisipatif
adalah aspek ketiga yang paling banyak diteliti mengenai perilaku pemimpin
setelah perilaku yang berorientasi-tugas dan berorientasi-hubungan. Sekali lagi
hasilnya tidak konsisten. Hasil-hasil kepemimpinan partisipatif dalam kinerja
dan kepuasan bawahan yang jauh lebih besar dalam beberapa situasi tapi tidak
dalam situasi-situasi lain. Kurangnya hasil yang lebih kuat dan konsisten di
dalam penelitian tentang pertimbangan, berorientasi-kerja, dan kepemimpinan partisipatif
telah diatributkan pada pengukuran yang tidak tepat, permasalahan-permasalahan
dalam menentukan kausalitas dalam studi-studi kuisioner, kelemahan desain dalam
studi-studi eksperimental, dan tidak perhatian pada variabel-variabel moderator
situasional.
Teori-teori universal yang
melibatkan perilaku yang berorientasi-tugas dan berorientasi-hubungan
menyatakan bahwa pola high-high adalah optimal di dalam semua situasi.
Penelitian pada model interaktif ini tidaklah konklusif, tapi mempertimbangkan
penelitian ekstensif di Jepang serta di Amerika Serikat, pola-pola hasil
tampaknya menunjukkan bahwa para pemimpin efektif setidaknya memiliki level
menengah dari kedua jenis perilaku. Sebagian besar dari studi-studi
korelasional-kuisioner gagal memberikan tes yang tepat pada model interaktif,
karena perilaku diukur hanya dalam pengertian frekuensi total dari tindakan
yang hanya berorientasi hubungan dan tugas. Malahan, para peneliti harus
mengamati tingkat dimana tindakan-tindakan spesifik dari seorang pemimpin
mencerminkan perhatian untuk tugas dan hubungan. Sebuah jenis penelitian yang
mana pendekatan ini mungkin adalah metode insiden kritis. Perbandingan dari
insiden efektif dan tidak efektif cenderung mendukung model interaktif, tapi
lebih banyak penelitian mengenai pertanyaan ini pun dibutuhkan sebelum
kesimpulan pasti diambil.
Beberapa taksonomi berbeda
telah diajukan untuk menggambarkan perilaku manajer dan pemimpin dalam
istilah-istilah yang tidak begitu umum daripada perilaku hubungan dan tugas.
Tiap taksonomi adalah berbeda, dan variasi antar taksonomi kemungkinan
disebabkan oleh perbedaan dalam tujuan, cakupan, dan metode pengembangan.
Taksonomi yang dikembangkan untuk meng-kode-kan pengamatan perilaku tidak dapat
diharapkan untuk berhubungan secara tepat dengan taksonomi yang dikembangkan
untuk menggambarkan kebutuhan posisi, atau dengan taksonomi dari perilaku
kepemimpinan efektif. Meskipun begitu, terdapat cukup banyak persamaan untuk
mengajukan kemungkinan pengintegrasian taksonomi.
Tuesday 5 April 2016
Kepemimpinan dalam Organisasi: Sumber Power dan Pengaruh (Bag. 5)
Proses-proses Politik untuk Mendapatkan Pengaruh
Tindakan / aksi politis adalah
sebuah proses pervasif di dalam organisasi yang melibatkan usaha-usaha dari
para anggota organisasi tersebut untuk meningkatkan power mereka atau untuk
melindungi sumber power mereka yang sudah ada. Tindakan politis dapat dilakukan
oleh sub-unit atau koalisi organisasional serta para manajer individual.
Meskipun sumber utama dari power politis biasanya adalah otoritas, kontrol
terhadap sumberdaya, atau kontrol terhadap informasi, power politis melibatkan
proses-proses pengaruh yang merubah dan membesarkan basis awal dari power
dengan cara-cara yang unik (Pfeffer, 1981). Sebuah proses politis yang disebut
dengan institusionalisasi akan dibahas lebih lanjut di dalam bab ini.
Bentuk-bentuk lain dari power politik termasuk mendapatkan kontrol terhadap
proses-proses keputusan, membentuk koalisi, dan memilih kritikus dan lawan.
Kontrol terhadap Proses Keputusan
Banyak tindakan politis yang
dirancang untuk mendapatkan pengaruh terhadap keputusan-keputusan penting,
seperti alokasi sumberdaya langka atau pengembangan rencana dan kebijakan.
Salah satu cara untuk sub-unit organisasional guna mempengaruhi
keputusan-keputusan penting adalah dengan menempatkan perwakilannya ke dalam
posisi-posisi penting dari otoritas di dalam organisasi, seperti misalnya
posisi-posisi administratif puncak atau lembaga-lembaga keputusan yang membuat
keputusan-keputusan kunci. Di dalam beberapa kasus, dimungkinkan untuk
menciptakan posisi-posisi baru atau komite yang akan dikendalikan oleh koalisi
atau sub-unit-nya.
Koalisi
Koalisi tidak terbatas pada
pihak-pihak di dalam organisais. Kadangkala dibentuk dengan pihak luar. Cukup
untuk untuk sebuah unit yang memperluas batasan, seperti misalnya departemen
pemasaran atau pembelian/purchasing, untuk membentuk sebuah aliansi dengan
klien atau suplier. Misalnya, departemen pembelian dari sebuah perusahaan
meminta beberapa vendor-nya untuk melobi manajemen puncak guna mempertahankan
prosedur pembelian/pemerolehan yang sudah ada dan mencegah departemen produksi
mendapatkan otoritas terhadap keputusan pembelian/pemerolehan. Para vendor
mendukung departemen pembelian karena mereka takut kehilangan permintaan jika
kontrol bergeser kepada departemen produksi (Pfeffer, 1981).
Ko-optasi
Kooptasi adalah sebuah bentuk
aksi politis yang tampaknya adalah variasi dari partisipasi. Tujuan dari
kooptasi adalah untuk meruntuhkan oposisi yang ada terhadap kebijakan atau
proyek yang dilakukan oleh sebuah kelompok atau faksi yang dukungannya
dibutuhkan. Anggota kelompok yang berpengaruh pun diundang untuk bergabung
dalam sebuah komite, dewan, atau dewan pengurus untuk mengambil
keputusan-keputusan tentang kebijakan atau proyek. Perubahan yang diinginkan di
dalam sikap mungkin terjadi sebagai hasil dari pemerolehan peranan baru dan
berpartisipasi di dalam pengambilan keputusan yang menyediakan sudut pandang
baru dan pemahaman baru tentang permasalahan. Sikap-sikap baru pun diperkuat
dengan pemberian penghargaan pada orang yang dipilih untuk mendukung secara
publik kebijakan atau proyek yang tengah dipermasalahkan. Penghargaan ini dapat
melibatkan peningkatan status, gaji yang lebih besar, atau tanggungan ongkos
(Pfeffer, 1981).
Teori Pertukaran Sosial
Power bukanlah sebuah kondisi statis, dan hal ini
berubah seiring waktu. Teori pertukaran sosial berusaha untuk menjelaskan
bagaimana power diperoleh dan hilang sebagai proses pengaruh timbal balik yang
terjadi sepanjang waktu antar individual sebagai dasar untuk menjelaskan
perilaku sosial yang kompleks di dalam kelompok. Bentuk yang paling mendasar
dari interaksi sosial adalah sebuah pertukaran manfaat atau bantuan, yang
mengarah pada daya tarik mutual ketika diulangi sepanjang waktu. Pertukaran
sosial dapat mencakup tidak hanya manfaat material tapi juga manfaat psikologis
seperti pernyataan persetujuan, rasa hormat, rasa percaya diri, dan perhatian.
Individual belajar terlibat di dalam pertukaran sosial sejak awal masa
kanak-kanak, dan mengembangkan harapan-harapan tentang ke-timbal-balikkan dan
persamaan di dalam pertukaran-pertukaran tersebut.
Para Pemimpin yang Muncul di dalam Kelompok-Kelompok Kecil
Ketika seorang pemimpin yang
baru muncul membuat proposal-proposal inovatif yang terbukti sukses,
kepercayaan kelompok terhadap kepakaran orang tersebut pun dikonfirmasi, dan
bahkan status dan pengaruh lebih dapat diselaraskan pada orang tersebut. Pada
sisi lain, jika proposal yang diajukan oleh si pemimpin tersebut ternyata
gagal, maka pengertian hubungan pertukaran mungkin sekali akan dinilai ulang
oleh kelompok. Efek negatif nya jauh lebih besar ketika kegagalan tampak
disebabkan oleh pertimbangan yang buruk atau ketidakmampuan daripada keadaan
yang berada diluar kemampuan kendali si pemimpin.
Para Pemimpin Formal
Proses pertukaran dimana para
pemimpin mendapatkan pengaruh dari demonstrasi yang berulang tentang kepakaran
dan loyalitas kemungkinan sama untuk semua pemimpin formal di dalam organisasi
besar seperti halnya untuk pemimpin baru di dalam kelompok kecil. Otoritas dan
power posisi yang muncul bersama dengan posisi administratif membuat para
pemimpin formal tidak begitu bergantung pada evaluasi bawahan terhadap
kompetensinya, dan bahkan pemimpin yang tidak kompeten dapat tetap berurat akar
di dalam sebuah posisi administratif untuk waktu yang lama, disebabkan oleh
kontrak kerja yang menguntungkan atau jangka panjang kantor (jika tidak ada
ketetapan recall/ pemanggilan-kembali).
Batasan-batasan Teori Pertukaran Sosial
Teori-teori pertukaran sosial
lebih bersifat deskriptif daripada preskriptif. Teori-teori tersebut
menjelaskan bagaimana hubungan terbentuk dan power diperoleh atau hilang, tapi
teori-teori tersebut tidak menyediakan panduan spesifik bagi para pemimpin
mengenai bagaimana mendapatkan power, atau bagaimana untuk menerapkannya secara
efektif. Fokus dari teori pertukaran sosial adalah sebagian besar pada power
pakar dan ortoritas, dan bentuk-bentuk lain dari power tidak menerima perhatian
yang cukup.
Perubahan Organisasional dan Power
Teori Kontingensi / kesatuan Strategis
Hickson et al. (1971) mengajukan
teori kontingensi strategis tentang power intraorganisasional. Teori tersebut
menyatakan bahwa power tergantung pada tiga karakteristik dari sebuah sub-unit
organisasional: (1) skill dalam menghadapi masalah penting, (2) sentralitas
fungsi di dalam alur kerja, dan (3) tingkat dimana kepakaran adalah sesuatu
yang unik atau dapat digantikan.
Power Politis dan Model Kontingensi Strategis
Pfaffer dan Salancik
mengajukan bahwa power politik adalah penjelasan utama mengapa beberapa pihak
tidak mampu mempertahankan power bahkan setelah kepakaran mereka tidak lagi
menjadi hal yang kritis bagi organisasi. Pihak-pihak yang telah memperoleh
power pun menggunakannya untuk melindungi dan meningkatkan powernya dalam
sebuah proses yang disebut dengan ”institusionalisasi”. Ambiguitas mengenai
sifat dari lingkungan dan bagaimana perubahannya menyediakan sebuah kesempatan
bagi para eksekutif puncak untuk mengartikan peristiwa-peristiwa dalam cara
yang bias, untuk membesarkan pentingnya kepakaran mereka, dan untuk membenarkan
kebijakan mereka. Kontrol terhadap distribusi informasi mengenai seberapa bagus
organisasi tersebut berkerja memungkinkan para eksekutif puncak untuk
membesar-besarkan keberhasilan dari keputusan-keputusan yang telah diambil di
masa lalu dan menutupi kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan. Power dari
koalisi dominan dapat digunakan untuk menyangkal kesempatan dan sumberdaya lain
yang dibutuhkan untuk menunjukkan kepakaran superior mereka, dan dalam
kasus-kasus ekstrim, untuk mengeluarkan rival-rival politik dari organisasi.
Proses institusionalisasi jauh lebih sukses ketika terdapat konsensus di dalam
koalisi dominan tentang cara terbaik untuk berhadapan dengan lingkungan.
Subscribe to:
Posts (Atom)