Friday 24 June 2011

OBAT-OBATAN LEGAL GRADWOHL

OBAT-OBATAN LEGAL GRADWOHL

Pendahuluan
Secara tradisional, anatomi patologis dan toksikologi membentuk dasar dari obat-obatan legal, tapi Gradwohl, sembari menganggap hal ini sebagai “tiang-tiang kokoh”, tidaklah menerima definisi sempit semacam ini dan hal ini mencerminkan isi dari edisi pertama, bahka pandangan yang jauh lebih luas pun diberikan oleh Camps pada edisi kedua. Dia mendukung pendekatan yang lebih objektif dan kritis dengan penggunaan pengalaman masa lalu secara lebih tepat. Dia menekankan kebutuhan akan penilaian kritis tentang kredibilitas bukti, dan secara khusus, evaluasi dari mtode-metode pengujian serta hasil yang diraih. Dia sangat yakin terhadap nilai dari apa yang disebutnya “fertilisasi-lintas”, yaitu kerjasama dan kolaborasi dari orang-orang lain yang bergelut dalam ilmu pengetahuan lainnya yang relevan di dalam kerja tim yang penting untuk penyelidikan penuh terhadap permasalahan medikolegal, dan yakin bahwa tidak ada batasan-batasan nasional dalam mencari kebenaran dalam obat-obatan legal.

Kami merasa bahwa penyelesaian endisi ketiga yang diprediksikan sebelum kematiannya akan menjadi peringatan khusus. Kami telah berusaha untuk mengkoordinasikan kepakaran dari orang-orang pada kedua sisi dari Atlantik pada kebanyakan hal-hal mendasar menyangkut permasalahan medikolegal dan untuk menyajikan topic-topik ini secara objektif. Memang ada pandangan Inggris dan Amerika yang berbeda, biasanya disebabkan oleh administrasi dari hukum yang ada, hal ini pun disajikan secara terpisah. Sebagaimana terdahulu, tidak ada usaha yang telah dilakukan untuk memberikan rincian-rincian ekperimental yang tepat namun kami malahan telah berusaha untuk menyajikan Gradhowl’s Legal Medicine / Obat-obatan Legal Gradhowl sebagai sebuah teks referensi esilopedik multi-penulis tentang permasalahan-permasalahan medikolegal.
Sudah menjadi hal umum untuk menyebutkan satu per satu orang-orang yang telah memberikan bantuan dan kami berharap dapat sesuai dengan aturan ini. Keadaan dari edisi ini, namun, agak berbeda dari biasanya dan akan menjadi tidak mungkin bagi kami untuk menyebutkan semua orang aygn kadang kala membantu atau telah memberikan saran dan bantuan: kami hanya dapat mengucapkan terima kasih.
Kami sangat berterima kasih pada semua orang yang telah membantu yang namanya tercantum pada halaman xi-xiv atas dukungan mereka, pemenuhan mereka yang sesuai dengan batas waktu kami, dan penerimaan mereka terhadap pengeditan habis-habisan yang sangat dibutuhkan. Secara khusus kami berterima kasih pada Dr. A. Dayan karena menangani tugas yang sangat sulit untuk memperbarui bab tetang “Trauma to the Central Nervous System” yang sebelumnya ditulis oleh mendiang Professor Cyril Courville; pada Dr Peter Stevens atas revisinya pada babnya Camps tentang “Unexpected Death due Natural Disease”; dan pada Dr Richard Myers karena telah mengijikan kami untuk mempertahankan bab miliknya dan mendiang Dr Robert Brittain yang menulis tentang “The History of Legal Medicine”.
Sebagai tambahan bagi mereka yang telah banyak membantu penulusan buku ini kami pun mengucapkan terima kasih kepada Professor Richard Harrison dari University of Cambridge atas pemeriksaan bab tentang “Identofocation by the Skeletal Structures”, yang awalnya ditulis oleh Dr T. Dale Stewart, dan pada Dr Hugh Johnson dari St Thomas’s Hospital, London, untuk pemeriksaan ulang bab miliknya dan Camps tentang “The Medicolegal Autopsy”.
Banyak sekali gambar-gambar dan foto-foto dari edisi-edisi sebelumnya yang tetap dipertahankan dan kami sangat berterima kasih atas ijin untuk melakukan hal ini. Kami juga sangat brterima kasih kepada Dr Clyde G. Culbertson dari Lilly Laboratory for Clinical Research, Indiana, atas tersedianya foto-foto berwarnanya yang direproduksi pada halamn 241 dan 242.
Kami harus memberikan perhatian khusus pada Professor J. M. Cameron dari London Hospital Medical College dan kepada Dr Robert J. Joling dari Tucson, Arizona, yang telah meluangkan waktu mereka serta bantuan mereka yang lainnya; kepada Mrs Conway atas bantuannya yang menyenangkan; dan kepada semua orang yang telah terlibat di dalam penulisan buku ini pada John Wright atas kesabaran mereka, toleransi dan dorongan mereka; juga kepada Betty Lucas yang tanpa bantuannya maka buku ini tidak akan pernah terselesaikan.
tampak pada sub-tipe ischaemik dari kerusakan otak hypoxic stagnan (Gbr. 255), abnormalitas histologisnya tergantung pada periode bertahannya. Sayangnya banyak pasien yang pulih dari episode akut tapi sebagian memiliki beberapa kecacatan neurologist atau intelektual tetap yang disebabkan oleh kerusakan otak hypoxic. Di dalam pasien epileptik apapun tidak umum ditemukan bukti dari episode hypoxic terdahulu, khususnya sebuah pengecilan unilateral Ammon’s horn / tanduk Ammon.

Simpulan
Kerusakan otak hypoxic dapat muncul sebagai sebuah entitas esoteric dan kompleks namun konsep-konsep dasarnya cukup sederhana, sebagaimana halnya dasar proses patologis dari nekrosis neuronal. Banyak pasien yang menderita kerusakan orak hypoxic parah pun meninggal dunia segera setelah episode ketika sang patolog tidak mampu untuk mengidentifikasi abnomalitas apapun di dalam otak. Jika pasien bertahan hidup selama lebih dari beberapa jam, namun, tingkat kerusakan otaknya cukup beragam dapat dengan mudah dikenali. Namun kerusakan otak ini mungkin tidak dapat dikenali dengan jelas oleh patolog forensic untuk melakukan analisisi neuropatologis komprehensif dari kasus-kasus suspek kerusakan otak hypoxic, namun jika si patolog tersebut tahu tempat kemungkinan ditemukannya abnormalitas tersebut maka dia memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mengkonfirmasi diagnosis ini. Dari apa yang telah dikatakan eksaminasi / pengamatan histologis dari blok / sumbatan bilateral yang relative kecil sekalipun pada daerah-daerah batasan arterial. Ammon’s horns / tanduk Ammon, thalamus dan cerebellum akan mencukupi untuk menentukan apakah si pasien tersebut telah mengalami sebuah episode hypoxia yang cukup parah untuk menyebabkan kerusakan otak hypoxic yang cukup menyebar.

BAB 19
TENGGELAM : IMMERSION / IMERSI

Cukup banyak ditemukan mayat/tubuh-mati tenggelam dalam air dan cairan lainnya. Kasus-kasus ini menyajikan sebagian besar permasalahan medikolegal yang sulit dan posisi ini pun dibantu oleh pendekatan di dalam buku-buku teks yang terlalu disederhanakan. Telah terjadi kegagalan untuk menyoroti fakta bahwa, terlepas dari kemungkinan orang yang meninggal dunia tersebut sudah mati sebelum tenggelam, berbagai jenis kematian dapat diikuti dengan tenggelam/imersi. Jadi, juga, identitas dari tubuh dapat menyajikan permasalahan-permasalahan khusus.
Keadaan yang melingkupi tiap kasus individual sangatlah penting, dengan mengingat bahwa imersi tidak terbatas pada situasi-situasi perairan dalam seperti lautan, sungai, danau, atau kolam renang, dan orang dapat tenggelam di dalam sebuah “kubangan” atau selokan jika menghadap ke bawah dan tidak sadar, sama halnya menemukan seorang anak mati tenggelam di kolam taman atau orang dewasa di bak mandi bukanlah hal yang jarang. Hal yang terakhir tadi, harus selalu dilihat dengan kecurigaan jika si penyelidik tetap mengingat akan keberhasilan George Joseph Smith (r. v. Smith, 1915), juga terdapat bahaya-bahaya lainnya seperti misalnya kesetrum dan keracunan karbon dioksida yang mungkin terdapat di dalam lingkungan itu sendiri.

Tenggelam
Total kematian di seluruh dunia yang disebabkan oleh kematian diperkirakan sekitar 150.000 per tahun, yaitu sekitar 5.6 per 100.000 dari populasi dunia. Kasus beragam pada tiap negara yang tertinggi adalah di kepulauan Jepang yang padat penduduk (900 per 100.000). angka perbandingannya adalah 5.6 per 100.000 di Australia, dimana sebagian besar populasi tinggal di dekat laut, 4.6 di Amerika Serikat dan 4.0 di Inggris. Dalam angka bulat hal ini berkaitan dengan 7000 kematian tiap tahun di Amerika Serikat dan 1500 di Inggris. Dari 1500 ini hanya 25 persen terjadi di laut dan sisanya terjadi pada perairan di daratan. Mayoritas kematian terjadi pada anak muda dan anak-anak (Miles, 1973).
Tenggelam biasanya didefinisikan sebagai ‘kematian asphyxial yang disebabkan oleh submersion/submerse dalam air’ namun hal ini tidaklah mencukupi sebagai kondisi yang dapat terjadi dalam berbagai cara menurut keadaannya. Istilah ‘drowning / tenggelam’ hendaknya menyatakan proses yang disebabkan karena submerse/submersion di dalam air dimana terjadi kehilangan kesadaran dan ancaman keselamatan jiwa. Ketika tenggelam menyebabkan kematian maka istilah ‘drowned’ hendaknya digunakan. Juga terjadi banyak kasus dimana para korban menunjukkan sebuah pemulihan awal yang jelas dari tenggelam namuna kemudian mati beberapa jam atau beberapa hari kemudian karena insiden tersebut menyebabkan komplikasi. Hal ini diistilahkan ‘secondary drowning / tenggelam sekunder’.
Drowning / tenggelam dapat dibagi lebih lanjut menjadi beberapa tipe tergantung apakah air memasuki paru atau tidak, tenggelam kering atau basah, dan jenis air apa, jika ada, yang terhirup, asin atau tawar. Sulit untuk memperkirakan jumlah kematian yang disebabkan oleh tenggelam kering, namun angka antara 20 dan 40 persen pun ditunjukkan (Swann, 1956); sisanya adalah kasus-kasus tenggelam basah klasik dari air tawar ataupun air asin. Terakhir, kejadian yang sangat jarang sekali adalah kematian mendadak pada immersion/imersi biasanya terjadi pada anak-remaja dalam air dingin. Hal ini di Inggris dikenal dengan ‘sindrom immersion/imersi’ dan di Eropa dikenal dengan ‘hydrocution’. Terdapat beberapa bukti bahwa hal ini dapat berupa reaksi vasovagal dan alcohol atau makan berlebih dapat menjadi faktor yang mempengaruhi.
Ketika air memasuki mulut terlebih dulu ditelan dalam jumlah yang berlebihan dan dalam orang yang refleks-refleksnya tetap aktif masuknya air ke dalam paru dicegah oleh kejang-urat laryngeal hingga cerebral hypoxia menghasilkan ketidaksadaran dan kelumpuhan / paralysis pada pusat respiratoris. Hal ini adalah hypoxia kecil, paru tetap kering dan pada tahap ini resusitasi mungkin dilakukan. Gangguan primer yang membutuhkan terapi darurat adalah asphyxia akut dengan asidosis/acidosis dan hypoxaemia arterial menetap (Modell, 1971).
Bahkan ketika terjadi pemulihan yang jelas masih terdapat bahaya nyata bahwa air masuk ke paru, entah itu tawar atau asin, akan menyebabkan reaksi besar. Rangkaian even/peristiwanya pun dramatis. Kejadian pertama / serangan pertama dapat terjadi pada beberapa jam pertama saat penyelamatan atau tertunda selama 6 jam atau lebih. Terjadi kegelisahan/keresahan, peningkatan tingkat denyut dan respiratoris, nyeri dada, batuk dan terbentuknya sianosis—sebuah gambaran jelas dari oedema pulmonary yang berkembang dengan cepat. X-ray menunjukkan sebuah bayangan yang menyebar tak teratur. Jika tidak mendapatkan perawatan maka biasanya menyebabkan haemoptysis dan kematian. Tenggelam sekunder ini dapat terjadi tanpa kelumpuhan/paralysis respiratoris awal dimana pasien diselamatkan dari air hamper dengan segera namun telah menghirup air.
Penghirupan air yang bagaimanapun mengaburkan permasalahan ini. Dulu dianggap bahwa tenggelam air laut dan air tawar menghasilkan fitur-fitur klinis yang benar-benar berbeda, tenggelam air tawar menyebabkan kematian lebih cepat. Bukti dari kerja eksperimental pada binatang menunjukkan bahwa tenggelam di air tawar menyebabkan absorpsi massif dan dilusi / pengenceran aliran darah yang menyebabkan ledakan sel-sel darah merah dengan pembebasan potassium dan fibrilisasi ventrikuler awal. Pada sisi lain, air laut yang hipertonik menarik cairan dari aliran darah yang menyebabkan haemokonsentrasi atau konsentrasi sluggish/lembam dan kegagalan kardiak awal dengan jantung yang terdilatasi (Swann dan Spafford, 1951). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh banyak pakar terhadap rangkaian peristiwa ketika air dihirup oleh orang telah menunjukkan bahwa hal ini tidaklah sama dengan yang diamati pada percobaan binatang. Dengan pengecualian dari beberapa kasus tercatat tentang tenggelam pada air es, terdapat sedikit bukti perubahan elektrolit dan efek-efek dari tenggelam air tawar dan air laut adalah sama.
Alasan hal ini adalah karena agen anti-tegangan permukaan, sebuah lipoprotein, yang melapisi alveoli paru manusia (Pattle, 1963). Tanpa lapisan ini efek dari tegangan permukaan akan menyebabkan alveoli kecil berkontraksi dan yang besar melebar/membengkak. Ketika air, tawar atau asin, memasuki alveoli maka lapisan lipoprotein ini pun diencerkan dan efeknya pun dikurangi. Pembedahan pada paru orang yang tenggelam pun mengkonfirmasi iregularitas alveoli ini. Ketika terjadi kolaps dari alveolus maka akan ada banyak sekali darah yang mengalir di dalam lapisan kapiler-kapiler tapi tidak ada ruang untuk pertukaran. Di dalam alveoli yang melebar/membengkak darah pun akan ditekan keluar. Hasilnya adalah kesempatan untuk transfer cairan atau elektrolit adalah minimal. Adanya air, bertindak sebagai irritant, dan kerusakan fungsi pulmonary menyebabkan serangkaian peristiwa tipikal dari tenggelam sekunder. Terdapat irregularitas yang jelas di dalam pola alveoli dan melimpahnya sel-sel besar mononuclear di dalam eksudasi / exudate. Hal ini menyebabkan pengisian bertahap dari alveoli dan pembentukan konsolidasi secara cepat.

Kematian di dalam Bak Mandi Rumah
Kasus ini membutuhkan pendekatan khusus dan posisi dari tubuh dapat membuat rumit karena bak mandi telah kosong sebelum atau pada saat ditemukan korban. Oleh karena itu, visualisasi yang tepat dari keadaan sekitar selalu membutuhkan sebuah pendekatan yang didasarkan pada kecurigaan dan membutuhkan adanya pejabat penyelidik yang berpengalaman dari Medical Examiner pada tahap seawal mungkin dan sebelum gangguan pada tempat kejadian. Sebuah sampel dari bak mandi dan keran air harus selalu diambil.
Dapat dikatakan bahwa seseorang yang sehat dan sadar tidak tenggelam secara tak sengaja dan bahwa kemungkinan kecelakaan tersebut terjadi karena ketiduran adalah hal yang sangat mungkin sekali, namun jelas sekali merupakan sebuah mitos yang tidak kuat. Pada sisi lain, meskipun jarang, bunuh diri dengan sengaja dengan menenggelamkan diri dapat terjadi.
Hal yang pertama yang harus dilakukan adalah apakah kepala si korban benar-benar berada di dalam air, dan kemudian, jika memang benar, apakah airnya terhirup. Adanya penyakit natural yang nyata, misalnya trombosis koroner, epilepsy, atau luka cerebrovascular, harus dikesampingkan pada otopsi dan dari riwayat yang patut. Sebuah pengujian eksternal yang hati-hati terhadap tubuh adalah hal penting untuk mengesampingkan memar pada kepala karena terjatuh atau terpukul/terhantam (R. v. Cornock, 1947, Bristol, Assizes), sementara adanya memar-memar lain, khususnya pada dinding abdominal (secara internal), hendaknya dicari karena hal ini dapat menunjukkan kemungkinan hilangnya kesadaran. Tanda-tanda genggaman (memar ujung jari) pada kaki atau lengan dapat menjadi petunjuk yang sangat penting (R. v. Smith, 1915) sebagai sebuah indikasi dari imersi secara paksa. Tanda-tanda luka bakar elektris dan tusukan hipodermik tidak boleh dilewatkan (R. v. Barlow, 1957, Leeds Assizes). Terkahir, jika seorang wanita pada masa usia subur, maka kehamilan dan aborsi / keguguran harus selalu mendapat kecurigaan. Pada otopsi terlepas dari bukti nyata inhalasi cairan dan eksklusi / pengesampingan penyakit alami, darah, urin dan isi perut harus dikumpulkan untuk analisis sebagai prosedur rutin, perhatian khusus pun diberikan pada eksklusi / pengsampingan karbon monoksida, alcohol dan hipnotis.

Kematian pada Tubuh-tubuh yang Ditenggelamkan
Tubuh-tubuh yang diambil dari air dan diyakini telah tenggelam dapat sudah mengalami pembusukan, dan hal ini akan menyulitkan sang patolog. Perubahan-perubahan post-mortem semacam ini biasanya menjadi lebih jelas / tegas ketika interval antara waktu pengambilan dari air dengan pengujian pun meningkat. Namun keadaan tubuh yang tidak menyenangkan, tidak boleh melemahkan ketelitian penyelidikan; hanya dengan otopsi hati-hati yang dapat membuahkan kesimpulan yang tepat*. (*Insiden dari myokarditis focal akut pada orang yang sehat telah tercatat pada sejumlah kasus kecelakaan kolam renang. Hal ini dikarenakan oleh penyelidikan yang lebih menyeluruh dan lebih baik).
Objek/sasaran pengujian dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Identitas tubuh tersebut.
2. Apakah orang tersebut masih hidup saat masuk ke air.
3. Apa penyebab kematiannya, dan apa jenis tenggelamnya?
4. Faktor-faktor apa yang telah menyebabkan kematiannya?
5. Dimana tubuh tersebut pertama kali tenggelam, yaitu memasuki air, jika hidup.
6. Apakah ada penyakit natural yang dapat menyebabkan hasil / akibat fatal.

1. Identitas tubuh
a. Pakaian dan benda lainnya yang dapat mermbantu, khususnya tubuh-tubuh yang sudah membusuk dimana identifikasi visual tidak mungkin. Namun, tidak boleh terlalu banyak mengandalkan, harus diberlakukan pada informasi ini.
b. Warna dan penyebaran rambut; keadaan dan informasi identitas rutin lainnya harus diperhatikan.
c. Deformitas dan luka-luka dapat membantu. Pengamatan radiografis harus mengungkapkan luka-luka lama, luka-luka yang terkalsifikasi atau tubuh-tubuh radio-opaque.
d. Sidik jari dalam banyak kasus dapat diambil dengan jalan mengambil kulit (sebagai sarung tangan) dan memungkinkan informasi yang cukup berguna dapat dicapai (R. v. Hume, 1950, C.C.C.). Di dalam semua kasus-kasus sulit seorang pakar sidik jari hendaknya hadir untuk memberi saran dan memilih materialnya sendiri.
e. Spesialis pengamatan dental adalah satu-satunya prosedur yang memuaskan namun ini harus dilakukan oleh dokter bedah gigi yang berpengalaman di dalam odontologi forensic; jika seorang dokter bedah gigi tidak tersedia maka rahang hendaknya diambil untuk pengamatan lebih lanjut. Sekarang menjadi mungkin untuk memperkirakan usia dengan tingkat ketepatan yang cukup tinggi, sementara catatan-catatan gigi membuat identifikasi individual menjadi lebih realistik.
Tubuh dari seorang wanita yang sudah cukup membusuk telah diambil dari sungai Thames. Seorang teman pria mengenalinya dari pakaiannya dan hal ini diterima. Sidik jari pun diambil tapi tidak ada catatan yang tersedia. Beberapa saat kemudian satu lagi tubuh wanita diambil dari sungai yang sama beberapa mil jauhnya. Dia diyakini sebagai seorang siswa Commonwealth dan sidik jarinya pun diambil. Pakar yang sama yang menyelidiki sidik jari wanita pertama pun mengunjungi flat siswa tersebut guna menentukan identitasnya dari sidik jari yang tertinggal di sana. Yang membuatnya terkejut adalah dia menemukan bahwa sidik jari yang ada di flat tersebut sama dengan sidik jari wanita pertama (yang telah diidentifikasi) bukan dari wanita kedua. Pengujian gigi pada tubuh pertama pun dilakukan, dan catatan gigi tersebut pun dikirimkan ke Australia dimana seorang dokter bedah gigi dengan tegas mengidentifikasinya sebagai milik si siswa. Penyelidikan khusus (dilakukan dengan kecepatan yang sama) kemudian menunjukkan bahwa wanita pertama ternyata masih hidup!
f. Rambut harus dikumpulkan untuk perbandingan; sementara mengambil serpihan dari lobang-lobang wajah seperti telinga dapat memberikan bukti yang cukup penting dengan jalan analisis kimia dan fisika.

2. Apakah orang tersebut masih hidup saat masuk ke air
Pada tubuh yang sudah membusuk hal ini menjadi yang paling sulit. Tubuh yang ‘segar’, kecuali ada alternative lain yang jelas atas penyebab kematiannya (misalnya luka sebelum mati, atau penyakit), dimana kematian disebabkan oleh sindrom imersi / immersion dan tidak terjadi inhalasi, berarti sebuah kesimpulan didasarkan pada implikasi dan pengamatan/eksaminasi. Di dalam kasus semacam ini adanya sejumlah besar alcohol adalah hal signifikan, tapi jelas sekali orang yang terintoksikasi dapat lebih mudah didorong ke sungai dan mati dengan cepat.
Satu-satunya metode yang memuaskan untuk menentukan apakah masih hidup saat immersion/imersi adalah eksaminasi / pengamatan pada jaringan-jaringan terbuka untuk material diatomaceous (lihat hal. 353). Teknik awal yang dideskripsikan oleh Gettler (1921) dalam melakukan diagnosis tenggelam dengan membandingkan antara kandungan klorida dalam darah dari sisi kanan jantung dengan sisi kiri jantung sekarang dapat diterima meskipun kandungan magnesium dapat membantu (Moritz, 1954).
Hadirnya material asing di dalam paru-paru dan saluran udara/napas adalah hal yang meragukan di dalam tubuh yang telah tenggelam untuk periode waktu apapun dengan pergerakan dan dekomposisi. Hal ini juga berlaku pada isi perut. Di dalam tubuh yang ‘segar’ beberapa signifikansi dapat dikaitkan dengan adanya air di dalam perut dan alveoli, khususnya jika memiliki karakteristik fisik atau kimia special, untuk identifikasi.

3. Apa penyebab kematiannya, dan apa jenis tenggelamnya?
Di dalam tubuh yang ‘segar’ penampilan post-mortem menunjukkan jenis tenggelamnya (lihat hal. 349), sementara temuan-temuan lainnya mengenai penyakit atau intoksikasi dapat berguna untuk mengkonfirmasi, atau tidak, bukti yang ada. Di dalam beberapa kasus kecelakaan kolam renang mungkin untuk menunjukkan benturan ante-mortem pada dasar kolam (memar pada wajah atau alis) dan luka pada cervical vertebrae dan spinal cord / urat saraf tulang belakang.

4. Faktor-faktor apa yang telah menyebabkan kematiannya?
Sekali lagi, temuan-temuan pada pengamatan internal dan eksternal dapat cukup berguna, misalnya luka-luka atau adanya alcohol atau obat-obatan.

5. Dimana tubuh tersebut pertama kali tenggelam, yaitu memasuki air, jika hidup.
Jika hidup, dan mati telah dikaitkan dengan inhalasi air, pengamatan / eksaminasi untuk diatom-diatom (lihat hal. 353) dapat membantu (Johnson, 1964), khususnya jika karakternya khusus pada area tertentu (R. v. Verrier, 1964, Maidstone Assizes and C.C.C.).

6. Apakah ada penyakit natural yang dapat menyebabkan hasil / akibat fatal
Hal ini mendasari pentingnya sebuah otopsi yang memadahi yang didukung oleh pengamatan histologis.
Setelah memutuskan apakah orang tersebut masih hidup saat memasuki air, maka perlu untuk membedakan kematian karena sindrom ‘immersion’ atau tenggelam biasa. Menjadi jelas saat tubuh sudah terdekomposisi/membusuk sebuah jawaban jelas menjadi tidak mungkin. Kematian dapat dengan pasti terjadi langsung setelah immersion/imersi. Penjelasan yang paling mungkin adalah hal ini dikarenakan adanya serangan jantung mendadak disebabkan oleh air yang memasuki saluran pernapasan atas. Beberapa pertimbangan patut diberikan pada kenyataan pada sebagian besar kasus orang telah masuk terlebih dulu ke dalam air dan sehingga cairan dengan mudah melewati hidung. Faktor lebih lanjut adalah unsure kejutan, dan yang ketiga biasanya adalah beberapa elemen yang dapat disebut sebagai ‘keadaan hipersensitivitas’, bukannya intoksikasi alkoholik yang tidak umum.
Riwayat tipikal yang cukup adil adalah bahwa seorang awak kapal/pelaut yang kembali ke kapalnya, agak mengalami intoksikasi, yang tersandung pada tepian dermaga saat cuaca berkabut. Hampir semua kasus semacam ini, ketika terdapat saksi mata, deskripsinya pun sama: ‘Dia lenyap dan tidak pernah muncul kepermukaan untuk berjuang.’ Pada kejadian lain terdapat cerita tentang seseorang yang sedang lari menghindari penangkapan atau serangan, yang mendadak terjatuh ke air; sekali lagi, orang itu hilang, dan, jika perbandingannya diterapkan pada kematian-kematian mendadak di kolam-kolam renang, tubuh tersebut biasanya pertama kali dilihat terbaring di dasar kolam.
Ketika biasanya tidak ada bukti air di dalam paru atau perut maka harus diasumsikan bahwa kematiannya terjadi secara instant dan masuk akal untuk menyatakan beberapa elemen kejang/spasm dari glottis juga ada untuk mencegah bahkan satu kali inhalasi yang memasukkan cairan.
Pada tenggelam biasa waktunya cukup beragam berada pada batasan yang cukup luas yang ditentukan oleh berbagai keadaan, sebut saja, reaksi personal terhadap submersi, keadaan kesehatan dari sang korban, dan volume serta sifat dari cairan yang diinhalasi.
Pada keadaan umum terjadi perjuangan, dengan penelanan sedikit air yang diikuti dalam jumlah besar, dan kemudian keadaan tidak sadar jika tidak terjadi kematian dalam waktu 2 – 12 menit (Polson, 1965). Jika diselamatkan dari air maka dapat diikuti oleh sebuah periode animasi yang tertunda, yang pada saat itu resusitasi dapat cukup berhasil.

Eksaminasi / Pengamatan Eksternal
Sebuah catatan tentang tanda-tanda eksternal hendaknya dilakukan di dalam kasus meskipun tidak begitu penting sebagaimana bentuk kematian asphyxial lainnya. Hypostasis dapat muncul sebagai kolorisasi merah muda terang, yang agak serupa dengan keracunan karbon dioksida. Hal ini, yang juga tampak pada tubuh-tubuh yang telah dibekukan atau dipaparkan pada dingin, disebabkan oleh paparan tersebut dan oksigenasi dari darah dependen. Namun, putrefaksi sayangnya menyebabkan kerugian-kerugian grave/kuburan terhadap nilai dari tanda-tanda tersebut ketika kulit menjadi berwarna kehijauan-tembaga atau warna coklat gelap.
Tanda eksternal lainnya dari imersi/immersion, yang hanya memiliki sedikit nilai diagnostic, adalah cutis anserina dan perubahan-perubahan ‘washerwoman’ pada tangan dan kaki (gbr. 256). Tanda inkonklusif lainnya dari tenggelam, juga dampak pada kasus pencekikan/strangulasi dan di dalam status epilepticus, untuk menyebutkan hanya dia kondisi, adalah adanya busa pada mulut atau hidung (gbr. 257).
Luka-luka eksternal, sebagaimana telah disebutkan, dapat dipertahankan selama jatuh ke dalam air, dalam beberapa kecelakaan yang menyebabkan terjadinya immersion/imersi, atau setelah kematian, khususnya pada jalur-jalur air yang dapat dilalui. Sebagai tambahan, beberapa luka dapat terjadi selama pengambilan tubuh dari air, seperti misalnya avulse rusuk, tusukan pada abdomen akibat sebuah pengait, atau abrasion/abrasi kulit disebabkan oleh tali.

Eksaminasi / Pengamatan Internal
Perubahan putrefactive seringkali menutupi sebuah tanda-tanda relevan, tapi sebuah cirri dari kasus semacam ini adalah pengawetan makroskopik yang sangat jelas dari kelenjar-kelenjar adrenal yang terabaikan pada bentuk kematian lainnya.
Di dalam tubuh fres/segar dapat tampak pada saluran napas dalam berbagai jumlah, bersama dengan cairan berair dan kotoran, termasuk isi perut.
Subpleural petechiae dan subpleural emphysematous bullae jarang terlihat; hal ini jelas bukan bukti tenggelam tapi dapat disebabkan oleh usaha pada resusitasi.
Paru-paru dapat menjadi sangat besar dengan rasa tertekan/penuh/doughy dan sedikit peningkatan dalam berat. Dalam tubuh yang sudah terdekomposisi cairah yang bernoda darah ditemukan di dalam rongga-rongga pleural dengan kolapsnya paru-paru.
Sisi kanan jantung dapat mengalami dilatasi dan vena besar penuh dengan darah merah pekat yang encer dan tidak menggumpal. Dalam kasus haemolisis tenggelam air tawar dapat dilihat/diperhatikan.
Perut, dalam tenggelam basah, biasanya akan mengandung sejumlah air dan biasanya kotoran yang didapat dari tempat immersion/imersi; seringkali gastric mucosa akan memiliki penampilan yang lembab, namun sebaliknya organ-organ abdominal menunjukkan sedikit signifikansi kecuali kongesti. Pada tenggelam kering, seringkali tidak ada air di dalam perut.

Diagnosis
Di dalam kehadiran putrefaction atau di dalam tahap-tahap awal pembentukannya, diagnisis bahwa kematian disebabkan oleh immersion/immerse dalam relatif sederhana. Ketika putrefaction sudah terbentuk atau sudah lanjut, diagnosanya adalah masalah kesimpulan didasarkan pada eksklusi pada penyebab-penyebab lainnya yang mungkin. Dalam kasus semacam ini, pencarian diatom-diatom harus dilakukan (lihat bawah). Temuan satu-satunya atas material diatomaceous di dalam paru-paru dan saluran pernapasan hanyalah indikatif dari immersion / imersi di dalam cairan dilama diatom-diatom serupa dapat ditemukan, namun temuan diatom-diatom di dalam viscera lainnya, termasuk susum tulang, menunjukkan dengan sangat kuat pada kematian disebabkan oleh tenggelam.
Dari 1500 kasus kematian yang disebabkan oleh tenggelam tiap tahunnya di Inggris, dua-per tiga-nya adalah kecelakaan dan sepertiganya adalah bunuh diri. Pembunuhan dengan menenggelamkan adalah kasus yang jarang kecuali pembuangan janin/bayi baru lahir yang tidak diinginkan seringkali memberikan permasalahan sulit. Pembuangan tubuh ke dalam air setelah bentuk lain pembunuhan, seperti misalnya pencekikan, kadang terlihat. Sekali lagi harus ditekankan bahwa sang patolog harus memiliki kecurigaan pada semua kasis tenggelam yang jelas, khususnya ketika dalam keadaan dekomposisi.

Analisis Material Diatomaceous
Thomas dan para koleganya di Ghent (1961) bersama dengan Tamaska (1961) telah memperbaiki teknik eksaminasi / pengamatan ini sampai pada tingkat mengesampingkan kemungkinan kontaminasi yang menyebabkan hasil positif palsu. Sementara tes-tes tidak perlu konklusif (Rushton, 1961), tes-tes itu menyediakan bukti pendukung yang andal. Tes-tes pun dilakukan pada semua organ terbuka, otot skeletal dan femoral bone marrow. Timperman (1969) membahas permasalahan ini secara rinci. Gbr. 258 menggambarkan beberapa contoh dari materi diatomaceous.
Pada bulan Januari 1964 sebuah kapal yacht lenyap di English Channel. Enam minggu kemudian tubuh seorang pria, sebagian besar terdekomposisi, pun terhempas di pantai Belgia. Mayat itupun dikirimkan ke England dan diidentifikasi dengan cara pembedahan dan sidik jari adalah salah satu pria yang berlayar menumpangi kapal yang hilang tadi. Eksaminasi post-mortem (Johnson, 1964) sangat terhambat oleh tubuh yang sudah terdekomposisi dan tidak ada penyebab jelas kematiannya yang dapat ditemukan pada awalnya, meskipun tidak ada tanda luka ante-mortem dan satu-satunya penyakit natural adalah renal calculi. Studi diatom menunjukkan adanya sejumlah diatom di dalam paru-paru, liver dan susum tulang pada kedua femora. Diatom-diatom tersebut endapan dari saluran napas pun diteliti lebih lanjut dan diidentifikasi lalu ditemukan ternyata serupa dengan apa yang ada di pantai Kent dimana kapal yacht yang hilang tersebut diperkirakan karam. (R. v. Verrier, 1964).
Ketika merngambil sample air dari sebuah reservoir / tempat penyimpanan air, danau atau sungai sangat menguntungkan untuk menggunakan sebuah jarring plankton kecil untuk mengambil sejumlah air (1 atau 2 liter) dan menambahkan beberapa tetes larutan iodine untuk membunuh mikro-organisme dan membiarkannya semalaman. Dituangkan dengan hati-hati dan mempertahankan konsentrat ini untuk pengujian. Hal ini sangat disukai dilakukan pada bulan-bulan musim panas ketika populasi diatom biasanya paling rendah, khususnya dalam air tawar.

Hipotermia
Tenggelam memiliki dua pesaing dalam hal membunuh. Di dalam perairan tropis dan subtropis yang hangat hiu-hiu mengintai menunggu lengah. Gigitan hewan ini cukup luas dan memutilasi, menyebabkan kematian akibat shok dan pendarahan, jarang sekali memberikan waktu bagi korbannya untuk tenggelam. Di perairan belahan utara, hipotermia adalah bahaya utama dan proporsi dari orang-orang yang selamat dari kapal karam tampaknya tergantung pada suhu perairannya. Misalnya, sebuah analisis penengelaman kapal-kapal dagang masa perang menunjukkan bahwa 55 persen dari para awak kapal bertahan hidup pada air dengan suhu 5-9oC sedangkan 77 persen dapat bertahan hidup pada suhu 20-31oC.
Hal ini telah ditunjukkan secara eksperimental bahwa kinerja dari para sukarelawan, yang diketahui adalah para perenang handal, sangat mengalami gangguan ketika berenang di air dengan suhu 5oC dibandingkan dengan air suhu 23.7oC. Mereka menjadi lebih cepat lelah, renangnya tidak terkoordinasi dengan baik, dan bahkan panic (Keatinge, 1969). Orang-orang yang bertahan hidup di air yang sangat dingin telah diamatiu mengalami kebingungan dan kemudian pingsan. Ketika kesadaran sudah hilang maka kepala dan saluran nasal menjadi terimmersi sehingga air pun dihirup ke dalam paru-paru, yang kemudian menyebabkan hipotermia yang dapat menjadi awal dari tenggelam.

No comments:

Post a Comment